Selasa, 02 Desember 2014

TEKNIK BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUSYARAKA



Metode Bagi Hasil

TEKNIK BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUSYARAKA

 H
DI
S
U
S
U
N

OLEH
Cut Erna          : 111205417


Dosen Pembimbing : Muliana, S.EI





SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
MALIKUSSALEH LHOKSEUMAWE
2014 / 2015




Resume Metode Bagi Hasil

Teknik Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah

A.    Pengertian Musyarakah
Musyarakah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata syaraka شَرَكَ yang bermakna bersekutu, meyetujui. Sedangkan menurut istilah, musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/ expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.[1]
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 13 April 2000, bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan dana dari pihak lain, antara lain melalui pembiayaan musyarakah yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, masing-masing pihak memberikan kontrbusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.[2]
Sedangkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999, pasal 28 butir b.2.b. sebagaimana dijabarkan dalam lampiran 6 bahwa penyaluran dana masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk musyarakah yaitu akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati.
Jadi secara istilah musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Skim musyarakah berbeda dengan sistem bunga dari berbagai aspek. Dalam bank konvensional, bank membiayai proyek dengan sistem bunga. Hubungan bank dengan resiko yang mungkin akan menimpa proyek dapat dipastikan tidak ada. Tanggung jawab hanya dibebankan kepada nasabah. Artinya jika proyek tidak memperoleh keuntungan, para peminjam tetap berkewajiban untuk mengembalikan pokok pinjaman berikut bunga kepada pihak bank. Sedangkan dalam musyarakah, semua tanggung jawab, keuntungan dan kerugian dibagi secara adil kepada bank, investor dan para penabung sejalan dengan kaidah fiqh : keuntungan dan kerugian didistribusikan sesuai dengan jumlah modal yang disertakan.

B.     Landasan Syariah Tentang Penyaluran Pembiayaan Musyarakah
1.      Al-Qur'an
            Musyarakah (kerjasama) adalah bentuk dari penerapan prinsip bagi hasil yang dipraktekkan dalam sistem perbankan Islam. Landasan tentang musyarakah dalam Al-Qur'an
tA$s% ôs)s9 y7yJn=sß ÉA#xsÝ¡Î0 y7ÏGyf÷ètR 4n<Î) ¾ÏmÅ_$yèÏR ( ¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èƒø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3 £`sßur ߊ¼ãr#yŠ $yJ¯Rr& çm»¨YtGsù txÿøótGó$$sù ¼çm­/u §yzur $YèÏ.#u z>$tRr&ur ) ÇËÍÈ  
Artinya: “Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.( Q.S Shaad: 24)

Ayat tersebut menunjukan perkenan dan pengakuan Allah SWT akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta.

2.      Al-Hadits
Artinya: "Dari Abu Hurairah, Rosulullah saw. Bersabda, "sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman, 'Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya'".

Hadits di atas menunjukan bahwa kecintaan Allah kepada hamba Nya yang melakukan perkongsian selama saling menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan. Terdapat beberapa bentuk kerjasama yang telah dipraktekkan oleh komunitas muslim pada periode awal. Keterangan ini hanya menunjukan tentang eksistensi dari bentuk kerjasama yang telah dipraktekan, tidak ada indikasi yang menjelaskan tentang terminologi, kondisi, atau konsep yang mungkin dijalankan dalam merealisasikan kerjasama tersebut.

C.    Rukun, Macam dan Syarat Pembiayaan Musyarakah
1.      Rukun Pembiayaan Musyarakah
a)      Rukun syirkah menurut ulama Hanafiayah syirkah ada dua, yaitu ijab dan kabul, sebab ijab kabul (akad) yang menentukan syirkah. Adapun yang lain seperti dua orang atau pihak yang berakad dan harta berada di luar pembahasan akad, seperti terdahulu dalam akad jual beli.[3]
b)      Rukun dari akad musyarakah yang harus dipenuhi dalam transaksi adalah sebagai berikut:
·         Pelaku akad, yaitu para mitra usaha.
·         Objek akad, yaitu modal (maal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh)
·         Shighah, yaitu ijab kabul.

2.      Macam Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah merupakan istilah yang sering dipakai dalam konteks skim pembiayaan syariah. Istilah ini berkonotasi lebih terbatas dari pada istilah syirkah yang lebih umum digunakan dalam fiqih Islam. Syirkah berarti Sharing 'berbagi'.[4] Dalam terminologi fiqih Islam musyarakah dibagi menjadi dua, yaitu:
1)      Syirkah Al-Milk atau Syirkah Amlak
Syirkah al-milk atau syirkah amlak atau syirkah kepemilikan, yaitu kepemilikan bersama atau dua pihak atau lebih dari suatu property. Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.

2)      Syirkah Al-Aqd atau Syirkah Ukud
Syirkah al-aqd atau syirkah ukud atau syirkah akad, yang berarti kemitraan yang terjadi karena adanya kontrak bersama, atau usaha komersil bersama. Musyarakah akad tercipta dengan adanya kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi:[5]
a)      Syirkah Al-Inan
Syirkah al-ianan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan jenis al-musyarakah ini.
b)      Syirkah Mufawadhah
Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
c)      Syirkah A'maal atau Syirkah Adban
 Syirkah A'maal ini adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan. Artinya semua mitra usaha ambil bagian dalam memberikan jasa kepada pelanggan.
d)     Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi baik serta ahli dalam bisnis. Mereka memberi barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka membagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut. Oleh karena itu kontrak ini disebut sebagai musyarakah piutang.

3.      Syarat Pembiayaan Musyarakah
Adapun syarat pembiayaan musyarakah adalah:
1)      Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu:
a)      Yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan.
b)      Yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan yang harus jelas dan dapat diketahui oleh ke dua pihak.
2)      Sesuatu yang bertalian dengan syirkah Al-maal (harta), dalam hal ini ada dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
a)      Modal yang dijadikan objek akad adalah alat dari pembayaran seperti dalam satuan rupiah.
b)      Yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.
3)      Sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyaratkan:
a)      Modal (pokok harta), harus sama.
b)      Bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah.
c)      Bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.
4)      Adapun syarat yang bertalian dengan syirkah inan sama dengan syarat syirkah mufawadhah.

D.    Berakhirnya Akad Musyarakah
Akad musyarakah akan berakhir, jika:
1.      Salah seorang mitra menghentikan akad.
2.      Salah seorang mitra meninggal, atau hilang akal. Dalam hal ini mitra yang meninggal atau hilang akal digantikan oleh salah satu ahli warisnya yang cakap hokum (baligh dan berakal sehat) apabila disetujui oleh semua ahli waris lain dan mitra lainnya.
3.      Modal musyarakah hilang/habis.
Apabila salah satu mitra keluar dari kemitraan baik dengan mengundurkan diri, meninggal atau hilang akal maka kemitraan tersebut dikatakan bubar. Karena musyarakah berawal dari kesepakatan untuk bekerja sama dan dalam kegiatan operasionalsetiap mitra mewakili mitra lainnya. Dengan salah seorang mitra tidak ada lagi berarti hubungan perwakilan ini sudah tidak ada.

E.     Ketentuan Dasar Pembiayaan Musyarakah Pada Lembaga Keuangan Syariah
Secara umum, aplikasi musyarakah dalam lembaga keuangan syariah dapat digambarkan dalam sekema berikut ini:

Skema Pembiayaan Musyarakah

Ketentuan dasar mengenai sistem pembiayaan musyarakah pada lembaga keuangan syariah tertuang dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No.08/DSN MUI/IV/2000. Adapun secara lengkapnya isi fatwa tersebut adalah:
1.      Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a)      Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan pada tujuan kontrak (akad).
b)      Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c)      Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunuikasi modern.

2.      Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
a)      Kompeten dalam memberikan atau diberi kekuasaan perwakilan.
b)      Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c)      Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
d)     Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e)      Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginfestasikan dana untuk kepentingan sendiri.

3.      Objek akad (modal, kerja, keuntungan, kerugian)
a)      Modal
·         Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau yang nilainya sama.
·         Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang barang, property, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan uang tunai dan disepakati oleh para mitra.
·         Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan, dan menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
·         Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b)      Kerja
·         Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dalam hal ini boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
·         Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c)      Keuntungan
·         Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
·         Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proposional.
·         yang ditetapkan bagi seorang mitra.
·         Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumah tertentu, kelebihan dan porsentase itu diberikan kepadanya.
·         Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d)     Kerugian harus dibagi antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.

4.      Biaya operasional dan persengketaan
a)      Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b)      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan Arbitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

F.     Standarisasi Akad Dalam Pembiayaan Musyarakah
            Pada setiap permohonan pembiayaan musyarakah, bank berketentuan internal diwajibkan untuk menerangkan esensi dari pembiayaan musyarakah serta kondisi penerapannya. Hal yang wajib dijelaskan antara lain meiputi: esensi pembiayaan musyarakah sebagai bentuk kerja sama investasi bank ke nasabah, definisi dan terminologi, profit sharing atau Revenue sharing, keikutsertaan dalam skema penjaminan, terms and conditions, dan tata cara perhitungan bagi hasil.
            Bank wajib meminta nasabah untuk mengisi formulir permohonan pembiayaan musyarakah, dan pada formulir tersebut wajib diinformasikan:
1.      Usaha yang ditawarkan untuk dibiayai.
2.      Jumlah kebutuhan dana investasi.
3.      Jangka waktu investasi.

Dalam proses permohonan pembiayaan musyarakah, bank wajib melakukan analisis mengenai:
1.      Kelengkapan administarsi yang disyaratkan.
2.      Aspek hukum.
3.      Aspek personal.
4.      Aspek usaha yang meliputi pengelolaan (manajemen), produksi, pemasaran dan keuangan.

Bank harus menyampaikan tanggapan atas permohonan dimaksud sebagai tanda adanya tahapan penawaran dan penerimaan. Pada waktu penandatanganan akad antara nasabah dan bank pada kontrak akad wajib diinformasikan:
1.      Tanggal dan tempat melakukan akad.
2.      Definisi dan esensi pembiayaan musyarakah.
3.      Usaha yang dibiayai.
4.      Posisi para nasabah dan bank adalah sebagai pemilik modal.
5.      Hak dan kewajiban bank dan para pihak pengelola.
6.      Investasi yang ditanamkan, dijamin atau tidak.
7.      Jumlah uang yang akan disetorkan/diinvestasikan oleh para pihak.
8.      Jangka waktu pembiayaan.
9.      Pembagian keuntungan adalah sesuai nisbah bagi hasil yang disepakati, sedangkan kerugian adalah proporsional sesuai sharing modal masing-masing dan tidak berubah sepanjang jangka waktu investasi yang disepakati.
10.  Metode penghitungan: profit sharing atau revenue sharing.
11.  Status penjaminan pembiayaan revenue sharing.
12.  Rumus perhitungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai pendapatan yang akan dibagi.
13.  Contoh perhitungan bagi hasil.
14.  Tata cara pembayaran baik penarikan maupun pengembalian dana.
15.  Kondisi-kondisi tertentu yang akan mempangaruhi keberadaan investasi tersebut. Seperti:
a)      Biaya pembuatan akad seperti biaya notaris dan pihak yang menanggung.
b)      Biaya operasional menjadi beban modal bersama.
c)      Para pihak dilarang mencairkan dana modal untuk kepentingan sendiri maupun pihak III.
d)     Pengelolaan harus tunduk pada hukum syariah maupun hukum positif yang berlaku.

Bank dan para pihak wajib menyetorkan dana sebesar nominal yang ditulis dalam formulir permohonan yang dimaksud, sebagai bukti investasi tunai bukan utang serta menegaskan jumlah investasi yang sesuai dengan proporsi yang disepakati. Dengan asumsi bank adalah sebagai sleeping partner, maka bank wajib melakukan pengawasan atas pengelolaan usaha dimaksud.
Bank wajib meminta pengelola untuk melaporkan angka basis bagi hasil berdasarkan laporan keuangan yang tervalidasi dengan baik, termasuk penentuan komponen biaya yang mengacu pada standar yang baku, terutama untuk skema profit and loss sharing, untuk menghindari ketidakpastian dalam kontrak yang berpotensi merugikan salah satu pihak, bank wajib memiliki standar prosedur untuk menetapkan tindakan yang diambil dalam rangka rescheduling kewajiban yang belum terselesaikan, dalam hal pembiayaan bersifat revenue sharing.

G.    Penetapan Profitabilitas pada Pembiayaan Musyarakah
Prinsip musyarakah dalam sistem perbankan syariah dijalankan berdasarkan partisipasi antara pihak bank dengan pencari biaya untuk diberikan dalam bentuk proyek usaha, dan partisipasi ini dijalankan berdasarkan sistem bagi hasil, baik dalam keuntungan maupun kerugian. Adapun syarat yang berkenaan dengan kontrak musyarakah didasarkan kesepakatan yang dibicarakan antara kedua belah pihak. Umumnya, pihak bank menyerahkan modal usaha dan menyerahkan manajemen usaha kepada partner.
Musyarakah yang dipahami dalam bank Islam merupakan sebuah mekanisme kerja (akumulasi antara pekerjaan dan modal) yang memberi manfaat kepada masyarakat luas dalam produksi barang maupun pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat. Kontrak musyarakah dapat digunakan dalam berbagai macam lapangan usaha yang indikasinya bermuara untuk menghasilkan keuntungan (profit).[6]
Bank Islam umumnya tidak sama dengan menjalankan metode bagi hasil (frofit and loss sharing) dari proyek mereka berdasarkan pada pembiayaan kontrak musyarakah. Prinsip bagi hasil secara luas dilaksanakan tergantung pada peranan partner dalam mengelola proyek usaha musyarakah, konstribusi modal diberikan dari kedua belah pihak yaitu partner dan bank. Aplikasi dari pembiayaan musyarakah menawarkan pembagian keuntungan sebagai berikut:
1.      Menentukan tingkat persentase partner berdasarkan usaha dalam pembelian, penjualan, penyimpanan, dan seluruh tangguhan yang berkaitan dengan musyarakah.
2.      Menetukan tingkat persentase bagi bank berdasarkan pengawasan dan manajemennya terhadap proyek musyarakah.
3.      Menentukan tingkat persentase keuntungan yang akan diterima kedua belah pihak berdasarkan ratio perbandingan kontibusi modal yang disertakan dalam kontrak musyarakah.

Musyarakah sebagai akad antara dua pemilik modal untuk menyatukan modalnya pada usaha tertentu, sedangkan pada pelaksanannya bisa ditunjuk salah satu dari mereka. Implementasi akad musyarakah ini oleh bank syariah diterapkan pada pembiayaan usaha atau proyek (project financing) yang dibiayai oleh lembaga keuangan yang jumlahnya tidak 100%, sedangkan selebihnya oleh nasabah. Di samping itu juga diterapkan pada sindikasi antar lembaga keuangan.  
Pembiayaan pada perbankan syariah yang didasarkan pada akad bagi hasil, menempatkan bank sebagai penyandang dana. Untuk itu bank berhak atas kontraprestasi berupa bagi hasil sebesar nisbah terhadap pendapatan atau keuntungan yang diperoleh oleh pemilik usaha (mudharib). Sedangkan apabila bank hanya bertindak sebagai penghubung antara pengusaha dengan nasabah, maka ia berhak atas kontraprestasi berupa fee. Adapun metode penghitungan bagi hasil dibedakan menjadi tiga cara yaitu:
1.      Menggunakan metode profit and loss sharing, yaitu para pihak akan memperoleh bagian hasil sebesar nisbah yang telah disepakati dikalikan besarnya keuntungan (profit) yang diperoleh oleh pengusaha (mudharib), sedangkan apabila terjadi kerugian ditanggung bersama sebanding dengan kontribusi masing-masing pihak.
2.      Menggunakan metode profit sharing, artinya para pihak mendapatkan bagian hasil sebesar nisbah dikalikan dengan perolehan keuntungan yang didapatkan oleh pengusaha (mudharib), sedangkan apabila terjadi kerugian financial akan ditanggung oleh pemilik dana (shaibul maal).
3.      Menggunakan metode revenue sharing, yaitu para pihak mendapatkan bagian hasil sebesar nisbah dikalikan dengan besarnya pendapatan (revenue) yang diperoleh oleh pemilik usaha.

Dalam praktiknya metode provit and loss sharing dipakai untuk menghitung bagi hasil pada pembiayaan musyarakah, kemudian metode profit sharing dipakai untuk menghitung bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah, sedangkan metode revenue sharing dipakai untuk manghitung bagi hasil untuk nasabah deposan yang menyimpan dananya di bank syariah dengan skema tabungan mudharabah atau deposito mudharabah.[7] Dalam pembiayaan musyarakah, kontribusi modal berdasarkan dari bank dan partner. Pihak bank mengawasi bagaimana usaha musyarakah dijalankan, sehingga bank memastikan menerima pengembalian investasi awal yang diberikan berserta keuntungan yang diperoleh. Bank juga meminta sebagai garansi yang dijadikan untuk melindungi kepentingannya dalam usaha tersebut, dan dengan garansi ini kelihatannya bank berusaha melempar segala resiko usaha musyarakah kepada nasabah.

H.    Implementasi Musyarakah dalam Perbankan Syariah
Implementasi musyarakah dalam perbankan syariah dapat dijumpai pada pembiayaan-pembiayaan seperti:
1.      Pembiayaan Proyek
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut, dan setelah proyek itu selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

2.      Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap. Pada prinsipnya musyarakah tidak jauh berbeda dengan mudharabah karena keduanya merupakan sistem perkongsian (kemitraan) antara dua belah pihak atau lebih untuk mengelola suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan sesuai porsi (nisbah) yang disepakati bersama pada awal perjanjian (akad). Mudharabah dan musyarakah berbeda pada beberapa hal sebagaimana berikut : Dalam aqad mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan mudharib, dan dalam manajemen shahib al-mal tidak diperkenankan melakukan intervensi dalam bentuk apapun selain hak pengawasan untuk mengantisipasi terjadinya penyelewengan. Bagi hasil diberikan setelah proyek atau usaha yang dijalankan mudharib selesai dijalankan. Sedangkan dalam musyarakah, kedua belah pihak ikut andil dalam pemodalan (equity participation) dan masing-masing pihak dapat turut dalam manajemen, sehingga porsi nisbah bagi hasil yang diperoleh sangat ditentukan oleh besar kecilnya modal yang dikeluarkan dan frekuensi keikutsertaan dalam proses manajemen ini. Sedang bila usaha merugi, maka kedua pihak sama-sama menanggung kerugian tersebut karena musyarakah menganut azas PLS.

I.       Hukum Musyarakah
Para Ulama sepakat bahwa Syarikah Al-Enan itu Halal. Sedangkan Syarikah Al-Abdan, Al-Muwadlah dan Al-Wujuh itu haram menurut SyafiI dan halal menurut Hanafi. Dan menurut Maliki, Syarikah Al-Abdan dan Al-Muwafadlah adalah halal sedangkan Syarikah Al-Wujuh itu haram.
Dalam menjalankan Musyarakah terdapat konsep Wakalah, yaitu setiap pemegang saham merupakan pemilik syarikah itu dan berhak menjalani projek berkenaan bagi dirinya, dan para pemegang saham lainnya merupakan wakil, karena itu setiap pemegang saham diharuskan bisa menjadi wakil. Jumlah pembagian untung harus ditentukan saat melakukan perjanjian Musyarakah. Modal Musyarakah baiknya terdiri dari harta, yaitu uang dan barang yang bisa dinilai dengan uang. Modal tersebut dicampur dan menjadi milik bersama para pemegang saham tanpa dibedakan hak milik seseorang dengan yang lain. Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pemegang saham untuk syarikat itu dinilai secara berbeda (tidak bercampur) dan boleh dicampur saat pembagian untung Jumlah saham antara semua pihak tidak harus sama.
Musyarakah boleh dilakukan antara individu atau antara badan tertentu Perkongsian antara individu dalam Musyarakah dapat terbatalkan/terfasakh dengan cara menarik diri, gila terus menerus, atau meninggal Pembagian untung dalam Musyarakah adalah menurut jumlah saham yang disetujui saat perjanjian. Beban kerugian yang tidak disengaja ditanggung menurut jumlah saham masing-masing Pihak pemegang saham boleh menyerahkan tugas proyek kepada rekan perkongsiannya dalam Musyarakah itu. Penyerahan tugas tersebut kepada pihak tertentu boleh dijadikan syarat untuk pendirian Syarikat. Pihak yang diberi tugas proyek Musyarakah itu boleh melakukan segala urusan yang berkaitan dengan proyek tersebut, kecuali hal-hal yang bisa menyebabkan keraguan pemegang saham lain terhadap dirinya, seperti mencampur harta syarikah dengan hartanya, melakukan musyarakah dengan pihak lain tanpa izin dari pemegang saham lain, memberi hutang kemana-mana dari harta syarikah tanpa izin, karena itu jika ia melakukan hal-hal yang disebutkan tadi, maka tanggung jawabnya akan berpindah dari amanah menjadi jaminan.
Semua proyek Musyarakah harus halal menurut Islam Setiap pemegang saham boleh memindah hak milik sahamnya kepada orang lain Dalam pemindahan hak milik saham seperti tadi, terdapat suatu cara yang dilakukan beberapa Bank Islam yang disebut : Musyarakah yang berakhir dengan pemilikan salah satu pihak. Contohnya: Bank Islam bermusyarakah dengan seorang Pengembang Perumahan setelah proyek selesai, lalu pihak pengembang membeli semua saham Bank Islam dalam syarikat itu dengan harga yang disetujui. Dengan itu, maka semua harta Syarikat tersebut menjadi milik pengembang.

J.      Manfaat dan Resiko Musyarakah
Manfaat yang diperoleh dari akad musyarakah ini adalah :
1.      Bank akan mengalami peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2.      Bank tidak berkewajiban menbayar pendanaan secara tetap dalam jumlah tertentu kepada nasabah, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3.      Pengembalian pokok pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4.      Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagi.
5.      Prinsip bagi hasil dalam musyarakah berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih nasabah satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Sedangkan resiko dalam musyarakah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi, antara lain :
1.      Side streaming, nasabah menggunakan dana yang diberikan bank bukan seperti yang disebut dalam kontrak
2.      Lalai dan kesalahan yang disengaja
3.      Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.

K.    Kesimpulan
Musyarakah atau Syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.

Rukun syirkah yang pokok ada 3 (tiga) yaitu:
1.      Akad disebut juga shighat
2.      Dua pihak yang berakad
3.      Obyek akad yang mencakup pekerjaan (amal) dan/atau modal

Syarat syirkah secara umum ada 3 (tiga) yaitu:
1.      Kerjasama tersebut merupakan transaksi yang boleh diwakilkan.
2.      Persentase pembagian keuntungan bagi masing-masing pihak ditentukan ketika akad.
3.      Keuntungan itu diambilkan dari keuntungan modal perserikatan.          

Jenis-Jenis Musyarakah
1.      Syirkah Amlak
2.      Syirkah Uqud

Musyarakah adalah transaksi yang halal, karena disandarkan atas sumber hukum yang kuat baik Al-Quran maupun As-sunah,sepanjang seluruh rukun dan ketentuan syariahnya terpenuhi. Dan manfaat diantaranya bagi bank akan menagih kepada nasabah satu jumlah bunga.





DAFTAR PUSTAKA

Antonio Muhammad Syafi'i, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001

Anshori Abdul Ghofir, Perbankan Syariah Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007
Ascarya, Akad & produk Bank Syariah, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007
Al-Zuhaili Wahbah, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, cet.IV, vol.V, Damaskus: Darul-Fikr, 1997

Haroen Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007
Suhendi Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta, Rajawali Press, 2007
Saeed Abdullah, Bank Islam dan Bunga, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004





[1]Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm.90.

[2]Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), hal.166.
[3]Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta, Rajawali Press, 2007), hal.127.
[4]Ascarya, Akad & produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), hal.52

[5]Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, cet.IV, vol.V, (Damaskus: Darul-Fikr, 1997), hal.3881.
[6]Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal.112.
[7]Abdul Ghofir Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007), hal.138.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar