Rabu, 03 Desember 2014

PRINSIP PRINSIP JASA PERBANKAN SYARIAH & KETENTUANNYA



Metode Bagi Hasil

PRINSIP PRINSIP JASA PERBANKAN SYARIAH & KETENTUANNYA

DI
S
U
S
U
N

OLEH
Cut Erna          : 111205417


Dosen Pembimbing : Muliana, S.EI

Description: Description: Description: Description: Description: Stain 2


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
MALIKUSSALEH LHOKSEUMAWE
2014 / 2015







Resume Metode Bagi Hasil

Prinsip Prinsip Jasa Perbankan Syariah dan Ketentuannya

A.    Prinsip Dasar Perbankan Syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :
1.      Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
2.      Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
3.      Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
4.      Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
5.      Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.

Istilah prinsip Syariah terdapat dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yakni bahwa Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian bedasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain:
1.      Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)
2.      Pembiayaan berdasarkan prinsip pernyataan modal (musyarakah), atau
3.      Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau
4.      Dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yanng disewa dari ppihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).[1]

Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syarih menyebutkan bahwa Prinsip Syariah adalah Prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah. Dengan mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 ini, maka dapat diatrik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa adalah Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MU).
Sistem perbankan syariah adalah sistem perbankan yang menerapkan prinsip bagi hasil yang saling menguntungkan bagi bank dan nasabah. Sistem perbankan syariah yang dalam pelaksanaannya berlandaskan pada syariah (hukum) Islam, menonjolkan aspek keadilan dan kejujuran dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi dan menghindari kegiatan spekulatif dari berbagai transaksi keuangan. Lebih jauh lagi, kemanfaatannya akan dinikmati tidak hanya oleh umat Islam saja, tetapi dapat membawa kesejahteraan semua kalangan masyarakat (rahmatan lil alamin).
Sistem ekonomi Islam akan menjadi dasar beroperasinya Bank Syariah yang paling menonjol adalah tidak mengenal konsep bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan/kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun.

Didalam menjalankan operasinya, Bank Syariah memiliki fungsi  :
1.      Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi / deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan syariah dan kebijakan investasi bank.
2.      Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik dana (sahibul maal) sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana (dalam hal ini bank bertindak sebagai manajer investasi)
3.      Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sesuai dengan prinsip syariah

Dari fungsi tersebut maka produk bank Islam akan terdiri dari :
1.      Prinsip Mudharabah
Perjanjian antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik dana (sahibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola dana (mudharib) untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh, sedangkan kerugian yang timbul adalah risiko pemilik dana kecuali mudharib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian. Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada mudharib maka mudharabah dibedakan menjadi :
a)      Mudharabah mutlaqah, dimana mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi yang dikehendaki,
b)      Mudharabah muqayyaddah, dimana arahan investasi ditentukan oleh pemilik dana sedangkan mudharib bertindak sebagai pelaksana/pengelola.

2.      Prinsip Musyarakah
`           Perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian keuntungan atau kerugian sesuai nisbah yang disepakati. Musyarakah dapat bersifat tetap atau bersifat temporer dengan penurunan secara periodik atau sekaligus diakhir masa proyek.

3.      Prinsip Wadi’ah
Adalah titipan dimana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, dimana penitip dapat dikenakan biaya penitipan.Berdasarkan kewenangan yang diberikan maka wadiah dibedakan menjadi :
a)      Wadi’ah yad dhamanah, yang berarti penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat diperlukan, contoh Giro, Tabungan, Deposito.
b)      Wadi’ah Amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang/dana yang dititipkan, contoh Safe Deposite Box (SDB).

4.      Prinsip Jual Beli terdiri dari :
a)      Murabahah
Akad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual. Nasabah membayar harga barang pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
b)      Salam
Pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan kemudian
c)      Ishtisna
Pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.


5.      Jasa-Jasa
a)      Ijarah
Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, bila terdapat kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut Ijarah mumtahiyah bit tamlik (IMBT).
b)      Wakalah
Pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
c)      Kafalah
Jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil), dan penanggung dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.
d)     Sharf
Transaksi jual beli mata uang, baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran

6.      Prinsip Kebajikan
Yaitu penerimaan dan penyaluran dana kebajikan dalam bentuk zakat infaq shodaqah (ZIS) dan lainnya, serta penyaluran qardul hasan yaitu penyaluran dalam bentuk pinjaman untuk tujuan menolong golongan miskin dengan penggunaan produktif tanpa diminta imbalan kecuali pengembalian pokok hutang.

B.     Prinsip dan Ketentuan yang Mengatur
Kegiatan pembiayaan (bank) syariah atau Islam adalah sub sektor dari Ekonomi Islam, yang diartikan sebagai ekonomi yang berketuhanan, bertitik tolak dari Allah, dan bertujuan akhir kepada Allah, serta menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Islam.[2] Di dalamnya, terdapat tiga kata terkait erat satu sama lain, yaitu kehidupan, manusia dan Tuhan.[3]

1.      Prinsip Dasar dan Pokok Ekonomi Islam
a)      Prinsip Dasar: Rahmat Bagi Sekalian Alam  
Al-Qur’an berisikan petunjuk yang sempurna dan lengkap, untuk manusia hidup di dunia, dan bernilai akhirati, dengan aplikasinya terhadap dua hal, yaitu: Pertama, hubungan antara manusia dengan Penciptanya yang merupakan tali agama atau hablum minnallah; dan kedua, hubungan manusia dengan sesamanya atau tali perjanjian dengan manusia atau hablum minanas.
b)      Prinsip Pokok
Seluruh kegiatan manusia harus mengacu kepada 4 prinsip pokok, yaitu Tauhid (atau unity, atau Keesaan Tuhan), Khilafah (vicegerency, atau wakil) dan Adalah (justice, atau keadilan), Taskiyah (keseimbangan material dan spiritual), dengan uraian sebagai berikut:
·         Tauhid atau Keesaan Tuhan.
Tauhid atau Keesaan Tuhan merupakan prinsip inti bagi kehidupan manusia di dunia, dan berfungsi sebagai fondasi keimanan Islam.
·         Khalifah Tuhan
Manusia berfungsi sebagai khalifah Tuhan, yang dituntut untuk berkarya seoptimal  mungkin dan perlu dicapai sebelum memasuki bagian kedua.
c)      Adalah (Keadilan)
Keadilan merupakan isi pokok maqasid al syariah, yang tegas menghapus semua bentuk kezaliman, atau semua bentuk ketidakadilan, ketidakmerataan, eksploitasi, penindasan.atau menjauhkan hak atau kewajiban terhadap orang lain
d)     Taskiyah, Keseimbangan Dunia dan Akhirat (Material dan Spiritual)
Nilai duniawi pada dasarnya berkaitan dengan nilai-nilai materiel, yang memang diperlukan bagi manusia untuk hidup di dunia. Islam tidak menghendaki umatnya untuk menjadi miskin; tetapi justru sebaliknya.

2.      Ketentuan  Utama
Ketentuan utama yang mengatur mengenai pembiayaan Islam adalah: Bank syariah harus memperhatikan larangan tersebut. Transaksi tidak boleh mengandung riba, gharar, dan maysir, di samping dilarang membiayai barang atau jasa yang diharamkan. Pemilihan kata dalam Al-Qur’an diyakini sangat efisien dan efektif, dan tidak akan pernah dirubah. Maknanya berlaku sepanjang zaman dan di setiap waktu dan tempat, maka implikasi dari makna kedua kata ‘berdagang’, ’riba’  dan ’tolong menolong dalam kebajikan’ dapat menjadi luas. Makna yang dimaksud dapat diuraikan dalam bagian berikut.
a)      Menghalalkan Perdagangan
Perdagangan mengandung arti bahwa seseorang memiliki suatu barang yang dapat dijual kepada pembeli. Jual-beli terjadi karena penjual sepakat menjual barangnya, sedangkan pembeli setuju untuk membeli barang tersebut pada suatu tingkat harga yang disetujui oleh kedua pihak: di sini, terjadi ijab dan qabul
b)      Mengharamkan Riba
Riba adalah tambahan terhadap nilai pokok pinjaman yang diberikan oleh peminjam atau debitor ke pemberi pinjaman atau kreditor. Dalam perekonomian modern, pinjam meminjam ini berkaitan dengan uang, dan tambahan berupa bunga.
c)      Tolong Menolong Dalam Kebajikan
Konsep kerja sama seperti ini memberikan setiap umat, atau anggota masyarakat, untuk berpartisipasi dalam setiap segi kehidupan (bersama). Secara umum, uraian ini diartikan bahwa dalam kehidupan manusia harus ditopang dengan dengan asas saling menolong, atau berkerja sama, dalam melakukan perkerjaan yang bernuansa kebajikan, kebaikan, kebenaran, demi kemaslahatan bersama.
d)     Pencatatan Transaksi Tidak Secara Tunai
Dalam Islam, hak dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: dengan bekerja, melalui transaksi jual beli, dan adanya hibah. Seluruh cara perolehan hak ini pada dasarnya adalah merupakan manifestasi kerja. Harta manusia dapat diperoleh dari kerja. Barang yang dapat dijual adalah hasil kerja atau produksi seseorang. Barang yang dapat dihibahkan adalah juga berasal dari buah kerja seseorang. Oleh karena itu, jika seseorang meminjamkan sesuatu kepada orang lain, itu artinya sama dengan meminjamkan hak orang pertama kepada orang kedua. Hak itu merupakan hasil jerih payahnya; dengan konsekuensi, hak yang dipinjamkan itu harus dikembalikan secara utuh dengan magnitud yang sama.

3.      Produk-Produk Perbankan Syariah
Secara garis besar produk perbankan syariah terbagi atas produk penyaluran dana, penghimpunan dana dan produk jasa. Adapun penjelasan lebih rinci adalah sebagai berikut :

1)      Penghimpun Dana
Penghimpun dana atau yang sering disebut dengan sumber dana pada bank syariah terdiri dari beberapa sumber antara lain, yaitu wadiah (modal), titipan, investasi dan investasi khusus.
a)      Wadiah, yaitu sejumlah titipan murni dari satu pihak kepada bank dan bank harus menjaganya akan penitip berhak mengambilnya kapanpun ia mau. Konsep wadiah yang dipakai dalam perbankan syariah adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Dalam konsep ini bank dapat mempergunakan dana yang dititipkan, akan tetapi bank bertanggungjawab penuh atas keutuhan dari dana yang dititipkan.
b)      Investasi, yang dimagsud disini adalah mudharabah mutlaqoh. Yaitu mudharabah yang tidak disertai pembatasan penggunaan dana dari shokhibul mal.
c)      Investasi khusus terbagi atas mudaharabah muqoyyadah on balance sheet dan mudharabah muqoyyadah of balance sheet.
d)     Mudharabah muqoyyadah on balace sheet adalah aqad mudharabah yang disertai dengan pembatasan penggunaan dana dari shakhibul mal untuk investasi-investamdharabah si tertentu.
e)      Mudharabah muqoyyadah of balance sheet adalah bank bertindak sebagai perantara (arranger) yan mempertemukan nasabah pemilik modal dengan nasabah yang akan menjadi mudharib.
f)       Wakalah, adalah pelimpahan kekuasaan oleh seorang sebagai pihak pertama kepada bank sebagai pihak kedua dalam melakukan pekerjaan jasa tertentu. Contohnya transfer uang, inkaso, dll.

2)      Penyaluran Dana
Penyaluran dana pada bank syariah dilakukan dengan berbagai cara yang masing-masing memiliki prinsip akad yang berbeda pula, antara lain :
a)      Ba’I (Jual Beli)
Ada tiga jenis jual beli yang dijadikan dasar modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah, Yaitu :
·         Ba’I Murabahah, yaitu transaksi jual beli dimana bank mendapat sejumlah keuntungan,sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli.
·         Ba’I Salam, yaitu transaksi jual beli, dimana barangnya belum ada sehingga barang yang menjadi objek diserahkan secara tangguh.dalam hal ini bank menjadi pembeli dan nasabah menjadi penjual.
·         Ba’I Istisna, yaitu sama dengan salam hanya saja dalam pembayaranya bank membayar dengan beberapa kali pembyaran
b)      Ijarah (Sewa)
Secara prinsip ijarah ini sama dengan jual beli, hanya saja yang menjadi objek adalah manfaatnya. Pada akhir masa sewanya dapat saja diperjanjian bahwa barang yang diambil manfaatnya salam mas sewa akan dijual belikan antara bank dan nasabahyang menyewa (Ijarah muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).
c)      Syirkah
Syirkah adalah produk pembiayaan bank syariah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil. Syirkah ini terdiri atas :
·         Al-Musyarokah, merupakan bentuk umum dari usaha bagi hasil. Dalam kera sama ini para pihak secara bersama-sama memadukan sumber daya baik yang berwujud ataupun tidak berwujud untuk menjadi modal proyek kerja sama untuk dikelola bersama-sama pula.
·         Al-Mudharabah, merupakan bentuk spesifik dari musyarokah. Dalam mudharabah salah satu pihak berfungsi sebagai shokhibul mal (pemilik modal) dan pihak lain berpera sebagai mudharib (pengelola).
d)     Akad Pelengkap
Untuk memudahkan pelaksanaan pembiayaan diperlukan akad pelengkap. Akad pelengkap ini ditujukan untuk mengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Akad pelengkap terdiri atas :
·         Hiwalah, adalah transaksi pengalihan utang piutang. Dalam praktek perbankan syariah, fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan usahanya, sedangkan bank mendapatkan ganti biaya atas jasa.
·         Rahn, biasa dikenal dengan gadai. Tujuan dari akad ini adalah memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
·         Qardh, adalah pinjaman uang. Piak bank memberikan sejumlah pinjaman uang kepada nasabah dengan pelunasan yang ditentukan.
·         Wakalah, adalah pelimpahan kekuasaan oleh seorang sebagai pihak pertama kepada bank sebagai pihak kedua dalam melakukan pekerjaan jasa tertentu. Contohnya transfer uang, inkaso, dll.
·         Kafalah, adalah bank yang ditujukan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bankdapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat juga menerima uang tersebut dengan prinsip wadiah, bank mendapatkan biaya pengganti atas jasa yang diberikan.

3)      Jasa Perbankan
Bank syariah dapat meklaukan pelayanan jasa perbankan kepada para nasabahnya dengn mendapatkan imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut natara lain berupa :
a)      Sharf (Jual beli valuta asing), islam membolehkan jual beli valuta asing baik pada matauang yag sejenis mauoun yang tidak sejenis tetapi dengan ketentuan jual beli tersebut dilakukan dalam waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valta asing ini.
b)      Ijarah (sewa), sebagaimana telah dielaskan seperi diatas bahwa Secara prinsip ijarah ini sama dengan jual beli, hanya saja yang menjadi objek adalah manfaatnya. Pada akhir masa sewanya dapat saja diperjanjian bahwa barang yang diambil manfaatnya salam mas sewa akan dijual belikan antara bank dan nasabahyang menyewa (Ijarah muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).
c)      Pengiriman uang (Transfer) antar bank dan kliring
Jasa transfer dan kliring sudah biasa diindustri perbankan. Jasa ini mempermudah transaksi yang dilakukan oleh pengguna (nasabah maupun bukan dengan bank lain. Atas jasa ini, bank mengenakan biaya tertentu sesuai ketentuan pihak bank sendiri
d)     Penggunaan ATM bersama dengan bank lain
Penggunaan ATM bersama dengan bank lain akan memudahkan baik nasabah bank tersebut maupun nasabah bank lain dalam melakukan transaksi-transaksi keuangan. Imbalan yang diterima bank biasanya berupa biaya pertransaksi.
e)      Pembayaran dan pembelian beberapa produk via bank. Ketersedian layanan yang memudahkan nasabah dalam berbagai kegiatan merupakan salah satu daya tarik bank. Saat ini, banyak bank yang telah bekerja sama dengan pihak lain dalam memberikan kemudahan pembayaran dan pembelian produk-produk tertentu, seperti pembayaran telepon, pajak, listrik, biaya sekolah, pembelian voucher telepon pra bayar, premi asuransi dan angsuran pinjaman / hutang. Dari transaksi ini, bank memperoleh keuntungan berupa tambahan likuiditas semu dan fee tertentu sesuai kesepakatan bank dengan pihak lain tersebut

C.    Karakteristik Pembiayaan Syariah
1.      Non Ribawi: Pendapatan yang setara dengan hasil kerja
Secara umum, riba dimengerti sebagai tambahan yang diberikan atas pinjaman uang, atau disebut bunga. Dalam arti lain, riba dapat timbul karena pertukaran barang atau barter yang tidak sepadan, baik dalam takaran, timbangan, ataupun kualitas barang. Dalam pertukaran barang yang sejenis, seperti emas dengan emas, perbedaan kadarnya tidak bisa diukur dengan akurat, atau tidak serta merta dapat diketahui; di sini, tambahan tidak diperbolehkan. Tetapi, tambahan pada pertukaran barang dengan jenis yang berbeda, seperti kurma dengan gandum, diijinkan; tambahan di sini berfungsi sebagai penyeimbang dari perbedaan nilai dari kedua barang. Dari pertukaran seperti ini, dapat disimpulkan bahwa setiap pihak dalam transaksi itu jelas mengetahui dan menyadari perbedaan barang yang ditukarkan, sekaligus dapat mengukur tambahan yang seimbang. Pada dasarnya, pertukaran atau jual beli dengan counter value yang tidak seimbang adalah juga riba.

2.      Fungsi Uang Sebagai Penyetara Nilai
a)      Uang Merupakan Cerminan dari Barang
Dalam Islam, uang berfungsi sebagai medium of exchange. Uang hanya merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan tetapi bukan merupakan tujuan itu sendiri. Al Ghazali, seperti yang dikutip oleh Habib Shirazi, menjelaskan uang sebagai “an ‘intermediary’ between assets, and works ‘like a mirror’, and only reflects the value of goods…”. Dia juga mengatakan, “Money should not be created just because its very existence should create demand for it, but rather it should be used for the procurement of other goods…” (Shirazi, 1988 : 39). Uang adalah nilai pembanding terhadap nilai barang atau jasa yang dipertukarkan; menandingi counter value. Kutipan di atas jelas menunjukkan bahwa uang bukanlah alat produksi yang menghasilkan barang dan jasa, tetapi hanya merupakan alat ukur terhadap nilai dari barang dan jasa, atau hasil kerja.[4]
b)      Uang bukan sebagai komoditas dengan harga berupa bunga
Jika uang diperlakukan sebagai komoditas maka  akan menjurus pada  transaksi ribawi, Karena tambahan atas uang ketika dipinjamkan dilarang, ini artinya bahwa uang tidak dapat diperdagangkan, atau memiliki harga, seperti bunga.
c)      Uang Merupakan Potensi Modal
Aristoteles tidak menyetujui kegiatan pemberian pinjaman dikenakan bunga, karena tidak bersifat alami dan melanggar kebajikan. Uang pada dirinya sendiri tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan apa-apa, atau tidak dapat beranak; sehingga tidak memiliki produktivitas. Karena tidak dapat menghasilkan apa-apa, maka tidak dapat memperoleh kompensasi. Uang juga bukan langsung berarti modal karena uang hanya berpotensi untuk menjadi modal; dalam Islam, modal dikenal sebagai salah satu faktor produksi.
d)     Uang Endogen Islami Menekan inflasi
Islam menggunakan uang terutama sebagai alat tukar atau sarana, bukan sebagai komoditi seperti yang dianut oleh kaum kapitalis; dan uang bukan merupakan tujuan itu sendiri. Menurut Shakespeare, endogen berarti datang atau berkembang dari dalam, atau berasal atau diproduksi di dalam suatu organisme, tisu atau sel.

D.    Fungsi Bank Syariah
1.      Manajer Investasi (Mudharib)
Bahwa bank syariah tersebut merupakan investasi dari pemilik dana yang dihimpun, karena besar kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun sangat bergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank syariah.

2.      Investor (Shahib al-Maal)
Bank menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan prinsip syariah dan membagi hasil yang diperoleh sesuai nisbah yang disepakati antara bank dengan pemilik dana.

3.      Jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran
Memberikan layanan kliring, transfer, pembayaran gaji dan sebagainya.

4.      Fungsi Sosial
Memberikan layanan sosial kepada masyarakat melalui dana qard (pinjaman kebajikan) atau zakat dan dana sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

E.     Tujuan Bank Syariah
Bank sebagai lokomotif pembangunan ekonomi mempunyai beberapa tujuan, Metwally mengemukakan bahwa tujuan bank Islam ialah mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu masyarakat dengan melaksanakan semua kegiatan perbankan, finansial, komersial, dan investasi dengan prinsip-prinsip Islam.[5] Bank Islam bertujuan: pertama, untuk meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat miskin, meminimalisir kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan kualitas dan kegiatan usaha, peningkatan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Kedua, meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan terutama dalam bidang ekonomi keuangan.

F.     Kebijakan Pemerintah di Bidang Perbankan Syariah
Kebijakan pengembangan perbankan syariah pada dasarnya mengacu kepada empat langkah utama yang meiputi:
1.      Pengembangan jaringan kantor bank syariah
Dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan pada masyarakat, serta mendorong kerjasama antar bank-bank syariah dan juga dapat meningkatkan efisiensi usaha.

2.      Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai bank syariah
Dalam hal ini bentuk produk dan pelayanan jasa, prinsip-prinsip dasar hubungan antara bank dengan nasabah, serta cara-cara berusaha yang halal dalam bank syariah masih sangat perlu disosialisasikan.

3.      Penyusunan dan penyempurnaan ketentuan operasional mengenai bank syariah
Sumber Daya Manusia (SDM) dalam perbankan syariah memerlukan penrsyaratan pengetahuan yang luas dibidang perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syariah dalam praktek perbankan serta mempunyai komitmen kuat untuk menerapkannya secara konsisten.

G.    Kesimpulan
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah. Istilah prinsip Syariah terdapat dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yakni bahwa Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian bedasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.
Dengan mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 , maka dapat diatrik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa adalah Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MU). Prinsip dasar dari ekonomi dan pembiayaan Islam adalah untuk menciptakan kemaslahatan atau kesejahteraan masyarakat, dengan berpatokan pada prisip pokok yang terdiri dari Keesaan Tuhan, konsep Kalifah Tuhan di bumi, keadilan dan keseimbangan material dan spiritual atau duniawi dengan akhirati. Prinsip-prinsip ini dapat dipenuhi dengan mengikuti ketentuan dasar pembiayaan, yaitu melalui kegiatan perdagangan dan menjauhi riba, serta kerja sama antar sesama.
Ketentuan ini membawa makna yang dalam dengan implikasi yang jauh terhadap pencapaian kemaslahatan duniawi masyarakat yang bernilai akhirati. Perdagangan merupakan kegiatan hulu dan hilir dari sektor ekonomi riel, dan menciptakan kebajikan yang luas. Pelarangan riba, di lain pihak, menunjukkan bahwa kegiatan pinjam-meminjam (uang) tidak dapat dikomersialkan, sehingga sektor keuangan tidak dapat berjalan sendiri, tanpa dilekatkan pada sektor riel.
Pada dasarnya prinsip dasar pada produk-produk perbankan syariah adalah terbagi kedalam prinsip simpanan yang biasa disebut dengan prinsip wadiah, prinsip bagi hasil (profit sharing) yang terbagi atas prinsip mudharabah dan murabahah. Dan prinsip murabahah. Produk perbankan syariah secara garis besar terdiri atas produk penghimpun dana, produk penyaluran dana dan jasa perbankan.




DAFTAR PUSTAKA

Anshori Abdul Ghofur, Pemebentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi Dan Konversi, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2010
Ghazali Al-, Ihya’ Ulumuddin  III, Semarang: CV. Asy-Syifa,1994
Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, Jakarta: PT Bangkit Daya Insani, 1995
Tarek El Diwani, The Problem With Interest: Sistem Bunga dan Permasala-
hannya, Cet.1, Jakarta: Akbar MEdia Eka Sarana, 2003.
Qaradhawi Yusuf al, Fikih Peradaban,  Sunnah sebagai Paradigma Ilmu  Pengetahuan,   alih bahasa oleh Faizah Firdaus, Surabaya: Dunia Ilmu, 1997



[1]Abdul Ghofur Anshori, Pemebentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi Dan Konversi, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2010), hal.37-38.
[2]Yusuf al Qaradhawi, Fikih Peradaban,  Sunnah sebagai Paradigma Ilmu  Pengetahuan,   alih bahasa oleh Faizah Firdaus, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), hal.31.

[3]Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin  III, (Semarang: CV. Asy-Syifa,1994), hal.81.
[4]El Diwani, Tarek, The Problem With Interest: Sistem Bunga dan Permasala-
hannya, Cet.1, (Jakarta: Akbar MEdia Eka Sarana, 2003), .hal.220.
[5]Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Bangkit Daya Insani, 1995), hal30.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar