Metode
Bagi Hasil
PRINSIP PRINSIP JASA PERBANKAN
SYARIAH & KETENTUANNYA
DI
S
U
S
U
N
OLEH
Cut Erna : 111205417
Dosen Pembimbing : Muliana, S.EI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
MALIKUSSALEH LHOKSEUMAWE
2014 / 2015
Resume
Metode Bagi Hasil
Prinsip
Prinsip Jasa Perbankan Syariah dan Ketentuannya
A.
Prinsip
Dasar Perbankan Syariah
Prinsip syariah adalah
aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum
yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :
1.
Pembayaran terhadap pinjaman dengan
nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak
diperbolehkan.
2.
Pemberi dana harus turut berbagi
keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam
dana.
3.
Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan
uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas
karena tidak memiliki nilai intrinsik.
4.
Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi)
tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang
akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
5.
Investasi hanya boleh diberikan pada
usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya
tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Istilah prinsip Syariah
terdapat dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yakni bahwa
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian bedasarkan hukum islam antara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain:
1.
Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi
hasil (mudharabah)
2.
Pembiayaan berdasarkan prinsip
pernyataan modal (musyarakah), atau
3.
Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau
4.
Dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yanng disewa dari ppihak bank oleh pihak lain (ijarah
wa iqtina).[1]
Pasal 1 angka 12
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syarih menyebutkan bahwa
Prinsip Syariah adalah Prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan
fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan
fatwa dibidang syariah. Dengan mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 ini, maka dapat diatrik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa adalah Dewan Syariah Nasional-Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MU).
Sistem perbankan
syariah adalah sistem perbankan yang menerapkan prinsip bagi hasil yang saling
menguntungkan bagi bank dan nasabah. Sistem perbankan syariah yang dalam
pelaksanaannya berlandaskan pada syariah (hukum) Islam, menonjolkan aspek
keadilan dan kejujuran dalam bertransaksi, investasi yang beretika,
mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi dan
menghindari kegiatan spekulatif dari berbagai transaksi keuangan. Lebih jauh
lagi, kemanfaatannya akan dinikmati tidak hanya oleh umat Islam saja, tetapi
dapat membawa kesejahteraan semua kalangan masyarakat (rahmatan lil alamin).
Sistem ekonomi Islam
akan menjadi dasar beroperasinya Bank Syariah yang paling menonjol adalah tidak
mengenal konsep bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan
komersial Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan/kerjasama
(mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang
hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun.
Didalam menjalankan operasinya, Bank
Syariah memiliki fungsi :
1.
Sebagai penerima amanah untuk melakukan
investasi atas dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi /
deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan syariah dan
kebijakan investasi bank.
2.
Sebagai pengelola investasi atas dana
yang dimiliki oleh pemilik dana (sahibul maal) sesuai dengan arahan investasi
yang dikehendaki oleh pemilik dana (dalam hal ini bank bertindak sebagai
manajer investasi)
3.
Sebagai penyedia jasa lalu lintas
pembayaran dan jasa-jasa lainnya sesuai dengan prinsip syariah
Dari fungsi tersebut
maka produk bank Islam akan terdiri dari :
1.
Prinsip Mudharabah
Perjanjian antara dua
pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik dana (sahibul maal) dan pihak kedua
sebagai pengelola dana (mudharib) untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan
menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh, sedangkan
kerugian yang timbul adalah risiko pemilik dana kecuali mudharib melakukan
kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian. Berdasarkan
kewenangan yang diberikan kepada mudharib maka mudharabah dibedakan menjadi :
a)
Mudharabah mutlaqah, dimana mudharib
diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi yang
dikehendaki,
b)
Mudharabah muqayyaddah, dimana arahan
investasi ditentukan oleh pemilik dana sedangkan mudharib bertindak sebagai
pelaksana/pengelola.
2.
Prinsip Musyarakah
` Perjanjian
antara pihak-pihak untuk menyertakan modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan
pembagian keuntungan atau kerugian sesuai nisbah yang disepakati. Musyarakah
dapat bersifat tetap atau bersifat temporer dengan penurunan secara periodik
atau sekaligus diakhir masa proyek.
3.
Prinsip Wadi’ah
Adalah titipan dimana
pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua selaku penerima
titipan dengan konsekuensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil
kembali, dimana penitip dapat dikenakan biaya penitipan.Berdasarkan kewenangan
yang diberikan maka wadiah dibedakan menjadi :
a)
Wadi’ah yad dhamanah, yang berarti
penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan
tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip
dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat diperlukan, contoh
Giro, Tabungan, Deposito.
b)
Wadi’ah Amanah tidak memberikan
kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang/dana yang
dititipkan, contoh Safe Deposite Box (SDB).
4.
Prinsip Jual Beli terdiri dari :
a)
Murabahah
Akad
jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual menyepakati harga
jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi
penjual. Nasabah membayar harga barang pada jangka waktu tertentu yang telah
disepakati.
b)
Salam
Pembelian
barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan kemudian
c)
Ishtisna
Pembelian
barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatannya sesuai dengan
pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
5.
Jasa-Jasa
a)
Ijarah
Akad
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu
sendiri, bila terdapat kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa
disebut Ijarah mumtahiyah bit tamlik (IMBT).
b)
Wakalah
Pelimpahan
kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh
diwakilkan.
c)
Kafalah
Jaminan
yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil), dan
penanggung dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.
d)
Sharf
Transaksi
jual beli mata uang, baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang
berlainan jenis dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga
sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran
6.
Prinsip Kebajikan
Yaitu penerimaan
dan penyaluran dana kebajikan dalam bentuk zakat infaq shodaqah (ZIS) dan
lainnya, serta penyaluran qardul hasan yaitu penyaluran dalam bentuk pinjaman
untuk tujuan menolong golongan miskin dengan penggunaan produktif tanpa diminta
imbalan kecuali pengembalian pokok hutang.
B.
Prinsip
dan Ketentuan yang Mengatur
Kegiatan pembiayaan
(bank) syariah atau Islam adalah sub sektor dari Ekonomi Islam, yang diartikan
sebagai ekonomi yang berketuhanan, bertitik tolak dari Allah, dan bertujuan
akhir kepada Allah, serta menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat
Islam.[2] Di
dalamnya, terdapat tiga kata terkait erat satu sama lain, yaitu kehidupan,
manusia dan Tuhan.[3]
1.
Prinsip Dasar dan Pokok Ekonomi Islam
a)
Prinsip Dasar: Rahmat Bagi Sekalian
Alam
Al-Qur’an
berisikan petunjuk yang sempurna dan lengkap, untuk manusia hidup di dunia, dan
bernilai akhirati, dengan aplikasinya terhadap dua hal, yaitu: Pertama,
hubungan antara manusia dengan Penciptanya yang merupakan tali agama atau
hablum minnallah; dan kedua, hubungan manusia dengan sesamanya atau tali
perjanjian dengan manusia atau hablum minanas.
b)
Prinsip Pokok
Seluruh
kegiatan manusia harus mengacu kepada 4 prinsip pokok, yaitu Tauhid (atau
unity, atau Keesaan Tuhan), Khilafah (vicegerency, atau wakil) dan Adalah
(justice, atau keadilan), Taskiyah (keseimbangan material dan spiritual),
dengan uraian sebagai berikut:
·
Tauhid atau Keesaan Tuhan.
Tauhid atau Keesaan Tuhan merupakan
prinsip inti bagi kehidupan manusia di dunia, dan berfungsi sebagai fondasi
keimanan Islam.
·
Khalifah Tuhan
Manusia berfungsi sebagai khalifah
Tuhan, yang dituntut untuk berkarya seoptimal
mungkin dan perlu dicapai sebelum memasuki bagian kedua.
c)
Adalah (Keadilan)
Keadilan
merupakan isi pokok maqasid al syariah, yang tegas menghapus semua bentuk
kezaliman, atau semua bentuk ketidakadilan, ketidakmerataan, eksploitasi, penindasan.atau
menjauhkan hak atau kewajiban terhadap orang lain
d)
Taskiyah, Keseimbangan Dunia dan Akhirat
(Material dan Spiritual)
Nilai
duniawi pada dasarnya berkaitan dengan nilai-nilai materiel, yang memang
diperlukan bagi manusia untuk hidup di dunia. Islam tidak menghendaki umatnya
untuk menjadi miskin; tetapi justru sebaliknya.
2.
Ketentuan Utama
Ketentuan utama yang
mengatur mengenai pembiayaan Islam adalah: Bank syariah harus memperhatikan
larangan tersebut. Transaksi tidak boleh mengandung riba, gharar, dan maysir,
di samping dilarang membiayai barang atau jasa yang diharamkan. Pemilihan kata
dalam Al-Qur’an diyakini sangat efisien
dan efektif, dan tidak akan pernah dirubah. Maknanya berlaku sepanjang zaman
dan di setiap waktu dan tempat, maka implikasi dari makna kedua kata
‘berdagang’, ’riba’ dan ’tolong menolong
dalam kebajikan’ dapat menjadi luas. Makna yang dimaksud dapat diuraikan dalam
bagian berikut.
a)
Menghalalkan Perdagangan
Perdagangan
mengandung arti bahwa seseorang memiliki suatu barang yang dapat dijual kepada
pembeli. Jual-beli terjadi karena penjual sepakat menjual barangnya, sedangkan
pembeli setuju untuk membeli barang tersebut pada suatu tingkat harga yang
disetujui oleh kedua pihak: di sini, terjadi ijab dan qabul
b)
Mengharamkan Riba
Riba
adalah tambahan terhadap nilai pokok pinjaman yang diberikan oleh peminjam atau
debitor ke pemberi pinjaman atau kreditor. Dalam perekonomian modern, pinjam
meminjam ini berkaitan dengan uang, dan tambahan berupa bunga.
c)
Tolong Menolong Dalam Kebajikan
Konsep
kerja sama seperti ini memberikan setiap umat, atau anggota masyarakat, untuk
berpartisipasi dalam setiap segi kehidupan (bersama). Secara umum, uraian ini
diartikan bahwa dalam kehidupan manusia harus ditopang dengan dengan asas
saling menolong, atau berkerja sama, dalam melakukan perkerjaan yang bernuansa
kebajikan, kebaikan, kebenaran, demi kemaslahatan bersama.
d)
Pencatatan Transaksi Tidak Secara Tunai
Dalam Islam, hak
dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: dengan bekerja, melalui transaksi
jual beli, dan adanya hibah. Seluruh cara perolehan hak ini pada dasarnya
adalah merupakan manifestasi kerja. Harta manusia dapat diperoleh dari kerja.
Barang yang dapat dijual adalah hasil kerja atau produksi seseorang. Barang
yang dapat dihibahkan adalah juga berasal dari buah kerja seseorang. Oleh
karena itu, jika seseorang meminjamkan sesuatu kepada orang lain, itu artinya
sama dengan meminjamkan hak orang pertama kepada orang kedua. Hak itu merupakan
hasil jerih payahnya; dengan konsekuensi, hak yang dipinjamkan itu harus
dikembalikan secara utuh dengan magnitud yang sama.
3.
Produk-Produk Perbankan Syariah
Secara garis besar
produk perbankan syariah terbagi atas produk penyaluran dana, penghimpunan dana
dan produk jasa. Adapun penjelasan lebih rinci adalah sebagai berikut :
1)
Penghimpun Dana
Penghimpun dana atau
yang sering disebut dengan sumber dana pada bank syariah terdiri dari beberapa
sumber antara lain, yaitu wadiah (modal), titipan, investasi dan investasi
khusus.
a)
Wadiah, yaitu sejumlah titipan murni
dari satu pihak kepada bank dan bank harus menjaganya akan penitip berhak
mengambilnya kapanpun ia mau. Konsep wadiah yang dipakai dalam perbankan
syariah adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro.
Dalam konsep ini bank dapat mempergunakan dana yang dititipkan, akan tetapi
bank bertanggungjawab penuh atas keutuhan dari dana yang dititipkan.
b)
Investasi, yang dimagsud disini adalah
mudharabah mutlaqoh. Yaitu mudharabah yang tidak disertai pembatasan penggunaan
dana dari shokhibul mal.
c)
Investasi khusus terbagi atas
mudaharabah muqoyyadah on balance sheet dan mudharabah muqoyyadah of balance
sheet.
d)
Mudharabah muqoyyadah on balace sheet
adalah aqad mudharabah yang disertai dengan pembatasan penggunaan dana dari
shakhibul mal untuk investasi-investamdharabah si tertentu.
e)
Mudharabah muqoyyadah of balance sheet
adalah bank bertindak sebagai perantara (arranger) yan mempertemukan nasabah
pemilik modal dengan nasabah yang akan menjadi mudharib.
f)
Wakalah, adalah pelimpahan kekuasaan
oleh seorang sebagai pihak pertama kepada bank sebagai pihak kedua dalam
melakukan pekerjaan jasa tertentu. Contohnya transfer uang, inkaso, dll.
2)
Penyaluran Dana
Penyaluran dana pada
bank syariah dilakukan dengan berbagai cara yang masing-masing memiliki prinsip
akad yang berbeda pula, antara lain :
a)
Ba’I (Jual Beli)
Ada
tiga jenis jual beli yang dijadikan dasar modal kerja dan investasi dalam
perbankan syariah, Yaitu :
·
Ba’I Murabahah, yaitu transaksi jual
beli dimana bank mendapat sejumlah keuntungan,sebagai penjual dan nasabah
sebagai pembeli.
·
Ba’I Salam, yaitu transaksi jual beli,
dimana barangnya belum ada sehingga barang yang menjadi objek diserahkan secara
tangguh.dalam hal ini bank menjadi pembeli dan nasabah menjadi penjual.
·
Ba’I Istisna, yaitu sama dengan salam
hanya saja dalam pembayaranya bank membayar dengan beberapa kali pembyaran
b)
Ijarah (Sewa)
Secara
prinsip ijarah ini sama dengan jual beli, hanya saja yang menjadi objek adalah
manfaatnya. Pada akhir masa sewanya dapat saja diperjanjian bahwa barang yang
diambil manfaatnya salam mas sewa akan dijual belikan antara bank dan
nasabahyang menyewa (Ijarah muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti dengan
berpindahnya kepemilikan).
c)
Syirkah
Syirkah
adalah produk pembiayaan bank syariah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil.
Syirkah ini terdiri atas :
·
Al-Musyarokah, merupakan bentuk umum
dari usaha bagi hasil. Dalam kera sama ini para pihak secara bersama-sama
memadukan sumber daya baik yang berwujud ataupun tidak berwujud untuk menjadi
modal proyek kerja sama untuk dikelola bersama-sama pula.
·
Al-Mudharabah, merupakan bentuk spesifik
dari musyarokah. Dalam mudharabah salah satu pihak berfungsi sebagai shokhibul
mal (pemilik modal) dan pihak lain berpera sebagai mudharib (pengelola).
d)
Akad Pelengkap
Untuk
memudahkan pelaksanaan pembiayaan diperlukan akad pelengkap. Akad pelengkap ini
ditujukan untuk mengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad
ini. Akad pelengkap terdiri atas :
·
Hiwalah, adalah transaksi pengalihan
utang piutang. Dalam praktek perbankan syariah, fasilitas hiwalah lazimnya
untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan
usahanya, sedangkan bank mendapatkan ganti biaya atas jasa.
·
Rahn, biasa dikenal dengan gadai. Tujuan
dari akad ini adalah memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam
memberikan pembiayaan.
·
Qardh, adalah pinjaman uang. Piak bank
memberikan sejumlah pinjaman uang kepada nasabah dengan pelunasan yang
ditentukan.
·
Wakalah, adalah pelimpahan kekuasaan
oleh seorang sebagai pihak pertama kepada bank sebagai pihak kedua dalam
melakukan pekerjaan jasa tertentu. Contohnya transfer uang, inkaso, dll.
·
Kafalah, adalah bank yang ditujukan
untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bankdapat mensyaratkan
nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank
dapat juga menerima uang tersebut dengan prinsip wadiah, bank mendapatkan biaya
pengganti atas jasa yang diberikan.
3)
Jasa Perbankan
Bank syariah dapat
meklaukan pelayanan jasa perbankan kepada para nasabahnya dengn mendapatkan
imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut natara lain berupa
:
a)
Sharf (Jual beli valuta asing), islam
membolehkan jual beli valuta asing baik pada matauang yag sejenis mauoun yang
tidak sejenis tetapi dengan ketentuan jual beli tersebut dilakukan dalam waktu
yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valta asing ini.
b)
Ijarah (sewa), sebagaimana telah
dielaskan seperi diatas bahwa Secara prinsip ijarah ini sama dengan jual beli,
hanya saja yang menjadi objek adalah manfaatnya. Pada akhir masa sewanya dapat
saja diperjanjian bahwa barang yang diambil manfaatnya salam mas sewa akan
dijual belikan antara bank dan nasabahyang menyewa (Ijarah muntahhiyah
bittamlik/sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).
c)
Pengiriman uang (Transfer) antar bank
dan kliring
Jasa
transfer dan kliring sudah biasa diindustri perbankan. Jasa ini mempermudah
transaksi yang dilakukan oleh pengguna (nasabah maupun bukan dengan bank lain.
Atas jasa ini, bank mengenakan biaya tertentu sesuai ketentuan pihak bank
sendiri
d)
Penggunaan ATM bersama dengan bank lain
Penggunaan
ATM bersama dengan bank lain akan memudahkan baik nasabah bank tersebut maupun
nasabah bank lain dalam melakukan transaksi-transaksi keuangan. Imbalan yang
diterima bank biasanya berupa biaya pertransaksi.
e)
Pembayaran dan pembelian beberapa produk
via bank. Ketersedian layanan yang memudahkan nasabah dalam berbagai kegiatan
merupakan salah satu daya tarik bank. Saat ini, banyak bank yang telah bekerja
sama dengan pihak lain dalam memberikan kemudahan pembayaran dan pembelian
produk-produk tertentu, seperti pembayaran telepon, pajak, listrik, biaya
sekolah, pembelian voucher telepon pra bayar, premi asuransi dan angsuran pinjaman
/ hutang. Dari transaksi ini, bank memperoleh keuntungan berupa tambahan
likuiditas semu dan fee tertentu sesuai kesepakatan bank dengan pihak lain
tersebut
C.
Karakteristik
Pembiayaan Syariah
1.
Non Ribawi: Pendapatan yang setara
dengan hasil kerja
Secara umum, riba
dimengerti sebagai tambahan yang diberikan atas pinjaman uang, atau disebut
bunga. Dalam arti lain, riba dapat timbul karena pertukaran barang atau barter
yang tidak sepadan, baik dalam takaran, timbangan, ataupun kualitas barang.
Dalam pertukaran barang yang sejenis, seperti emas dengan emas, perbedaan
kadarnya tidak bisa diukur dengan akurat, atau tidak serta merta dapat
diketahui; di sini, tambahan tidak diperbolehkan. Tetapi, tambahan pada
pertukaran barang dengan jenis yang berbeda, seperti kurma dengan gandum,
diijinkan; tambahan di sini berfungsi sebagai penyeimbang dari perbedaan nilai
dari kedua barang. Dari pertukaran seperti ini, dapat disimpulkan bahwa setiap
pihak dalam transaksi itu jelas mengetahui dan menyadari perbedaan barang yang
ditukarkan, sekaligus dapat mengukur tambahan yang seimbang. Pada dasarnya,
pertukaran atau jual beli dengan counter value yang tidak seimbang adalah juga
riba.
2.
Fungsi Uang Sebagai Penyetara Nilai
a)
Uang Merupakan Cerminan dari Barang
Dalam
Islam, uang berfungsi sebagai medium of exchange. Uang hanya merupakan sarana
untuk mencapai suatu tujuan tetapi bukan merupakan tujuan itu sendiri. Al
Ghazali, seperti yang dikutip oleh Habib Shirazi, menjelaskan uang sebagai “an
‘intermediary’ between assets, and works ‘like a mirror’, and only reflects the
value of goods…”. Dia juga mengatakan, “Money should not be created just
because its very existence should create demand for it, but rather it should be
used for the procurement of other goods…” (Shirazi, 1988 : 39). Uang adalah
nilai pembanding terhadap nilai barang atau jasa yang dipertukarkan; menandingi
counter value. Kutipan di atas jelas menunjukkan bahwa uang bukanlah alat
produksi yang menghasilkan barang dan jasa, tetapi hanya merupakan alat ukur
terhadap nilai dari barang dan jasa, atau hasil kerja.[4]
b)
Uang bukan sebagai komoditas dengan
harga berupa bunga
Jika
uang diperlakukan sebagai komoditas maka
akan menjurus pada transaksi
ribawi, Karena tambahan atas uang ketika dipinjamkan dilarang, ini artinya
bahwa uang tidak dapat diperdagangkan, atau memiliki harga, seperti bunga.
c)
Uang Merupakan Potensi Modal
Aristoteles
tidak menyetujui kegiatan pemberian pinjaman dikenakan bunga, karena tidak
bersifat alami dan melanggar kebajikan. Uang pada dirinya sendiri tidak
memiliki kemampuan untuk menciptakan apa-apa, atau tidak dapat beranak;
sehingga tidak memiliki produktivitas. Karena tidak dapat menghasilkan apa-apa,
maka tidak dapat memperoleh kompensasi. Uang juga bukan langsung berarti modal
karena uang hanya berpotensi untuk menjadi modal; dalam Islam, modal dikenal
sebagai salah satu faktor produksi.
d)
Uang Endogen Islami Menekan inflasi
Islam
menggunakan uang terutama sebagai alat tukar atau sarana, bukan sebagai
komoditi seperti yang dianut oleh kaum kapitalis; dan uang bukan merupakan
tujuan itu sendiri. Menurut Shakespeare, endogen berarti datang atau berkembang
dari dalam, atau berasal atau diproduksi di dalam suatu organisme, tisu atau
sel.
D.
Fungsi
Bank Syariah
1.
Manajer Investasi (Mudharib)
Bahwa bank syariah
tersebut merupakan investasi dari pemilik dana yang dihimpun, karena besar
kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun
sangat bergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank
syariah.
2.
Investor (Shahib al-Maal)
Bank menginvestasikan
dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan
menggunakan alat investasi yang sesuai dengan prinsip syariah dan membagi hasil
yang diperoleh sesuai nisbah yang disepakati antara bank dengan pemilik dana.
3.
Jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran
Memberikan layanan
kliring, transfer, pembayaran gaji dan sebagainya.
4.
Fungsi Sosial
Memberikan layanan
sosial kepada masyarakat melalui dana qard (pinjaman kebajikan) atau zakat dan
dana sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
E.
Tujuan
Bank Syariah
Bank sebagai lokomotif
pembangunan ekonomi mempunyai beberapa tujuan, Metwally mengemukakan bahwa
tujuan bank Islam ialah mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu
masyarakat dengan melaksanakan semua kegiatan perbankan, finansial, komersial,
dan investasi dengan prinsip-prinsip Islam.[5] Bank
Islam bertujuan: pertama, untuk meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi
masyarakat miskin, meminimalisir kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan
kualitas dan kegiatan usaha, peningkatan kesempatan kerja, dan peningkatan
pendapatan masyarakat. Kedua, meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam
proses pembangunan terutama dalam bidang ekonomi keuangan.
F.
Kebijakan
Pemerintah di Bidang Perbankan Syariah
Kebijakan pengembangan
perbankan syariah pada dasarnya mengacu kepada empat langkah utama yang
meiputi:
1.
Pengembangan jaringan kantor bank syariah
Dalam rangka perluasan
jangkauan pelayanan pada masyarakat, serta mendorong kerjasama antar bank-bank
syariah dan juga dapat meningkatkan efisiensi usaha.
2.
Meningkatkan pemahaman masyarakat
mengenai bank syariah
Dalam hal ini bentuk
produk dan pelayanan jasa, prinsip-prinsip dasar hubungan antara bank dengan
nasabah, serta cara-cara berusaha yang halal dalam bank syariah masih sangat
perlu disosialisasikan.
3.
Penyusunan dan penyempurnaan ketentuan
operasional mengenai bank syariah
Sumber Daya Manusia
(SDM) dalam perbankan syariah memerlukan penrsyaratan pengetahuan yang luas
dibidang perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syariah dalam praktek
perbankan serta mempunyai komitmen kuat untuk menerapkannya secara konsisten.
G.
Kesimpulan
Prinsip syariah adalah
aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
sesuai dengan syariah. Istilah prinsip Syariah terdapat dalam Pasal 1 angka 13
Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, yakni bahwa Prinsip Syariah adalah aturan
perjanjian bedasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan
dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai dengan syariah.
Dengan mendasarkan pada
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 , maka dapat diatrik kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa adalah
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MU). Prinsip dasar dari
ekonomi dan pembiayaan Islam adalah untuk menciptakan kemaslahatan atau
kesejahteraan masyarakat, dengan berpatokan pada prisip pokok yang terdiri dari
Keesaan Tuhan, konsep Kalifah Tuhan di bumi, keadilan dan keseimbangan material
dan spiritual atau duniawi dengan akhirati. Prinsip-prinsip ini dapat dipenuhi
dengan mengikuti ketentuan dasar pembiayaan, yaitu melalui kegiatan perdagangan
dan menjauhi riba, serta kerja sama antar sesama.
Ketentuan ini membawa
makna yang dalam dengan implikasi yang jauh terhadap pencapaian kemaslahatan
duniawi masyarakat yang bernilai akhirati. Perdagangan merupakan kegiatan hulu
dan hilir dari sektor ekonomi riel, dan menciptakan kebajikan yang luas.
Pelarangan riba, di lain pihak, menunjukkan bahwa kegiatan pinjam-meminjam
(uang) tidak dapat dikomersialkan, sehingga sektor keuangan tidak dapat
berjalan sendiri, tanpa dilekatkan pada sektor riel.
Pada dasarnya prinsip
dasar pada produk-produk perbankan syariah adalah terbagi kedalam prinsip
simpanan yang biasa disebut dengan prinsip wadiah, prinsip bagi hasil (profit
sharing) yang terbagi atas prinsip mudharabah dan murabahah. Dan prinsip
murabahah. Produk perbankan syariah secara garis besar terdiri atas produk
penghimpun dana, produk penyaluran dana dan jasa perbankan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anshori Abdul Ghofur, Pemebentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi
Dan Konversi, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2010
Ghazali
Al-, Ihya’ Ulumuddin III, Semarang: CV. Asy-Syifa,1994
Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, Jakarta: PT
Bangkit Daya Insani, 1995
Tarek
El Diwani, The Problem With Interest:
Sistem Bunga dan Permasala-
hannya, Cet.1,
Jakarta: Akbar MEdia Eka Sarana, 2003.
Qaradhawi Yusuf al, Fikih Peradaban, Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan,
alih bahasa oleh Faizah Firdaus, Surabaya: Dunia Ilmu, 1997
[1]Abdul Ghofur Anshori, Pemebentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi
Dan Konversi, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2010), hal.37-38.
[2]Yusuf al Qaradhawi, Fikih Peradaban, Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan,
alih bahasa oleh Faizah Firdaus, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), hal.31.
[3]Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin III, (Semarang:
CV. Asy-Syifa,1994), hal.81.
[4]El Diwani, Tarek, The Problem With Interest: Sistem Bunga dan
Permasala-
hannya, Cet.1, (Jakarta: Akbar MEdia Eka
Sarana, 2003), .hal.220.
[5]Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Bangkit Daya Insani, 1995),
hal30.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar