Metode Bagi Hasil
TEKNIK BAGI HASIL DENGAN PRINSIP
WADIAH DAN MUDHARABAH
DI
S
U
S
U
N
OLEH
Cut
Erna : 111205417
Dosen Pembimbing : Muliana, S.EI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
MALIKUSSALEH LHOKSEUMAWE
2014 / 2015
Resume Metode Bagi Hasil
Teknik Bagi Hasil Dengan Prinsip Wadiah dan Mudharabah
A.
Wadi’ah
1. Pengertian Wadi’ah
Secara etimologi wadi’ah
berartikan titipan (amana) Coba kita lihat di beberapa surat dalam
alqur’an Allah memaknakan wadi’ah dengan
amanah. Dan Secara terminology atau definisi istilah menurut mazhab hanafi,
maliki dan hambali. Ada dua definisi wadi’ah yang dikemukakan ulama fikih.[1]
Menurut istilah wadi’ah dapat
diartikan sebagai akad yang dilakukan oleh kedua belah pihak orang yang
menitipkan barang kepada orang lain agar dijaga dengan baik. Di dalam
ensiklopedi hokum islam mengenai wadi’ah secara bahasa bias dimaknai meninggalkan atau meletakkan,
yaitu meninggalkan atau meletakkan sesuatu kepada orang lain untuk menjaganya
dengan baik. Sedangkan menurut istilah ialah memberikan kekuasaan sepenuhnya
kepada orang lain untuk menjaga barangnya dengan cara terang-tengan kepada si pemilik
barang tersebut.
2. Jenis-Jenis Al-Wadiah
a) Wadi’ah
Yad Al-Amanah
Secara umum wadi’ah adalah titipan murni dari pihak penitip (muwaddi’)
yang mempunyai barang/aset kepada pihak penyimpanan (mustawda) yang diberi
amanah atau kepercayaan, baik individu maupun badan hukum, tempat barang yang
dititipkan harus dijaga dari kerusakan, kerugian, keamanan, dan keutuhannya,
dan dikembalikan kapan saja penyimpan menghendaki.[2]
Dalam aplikasi perbankan syariah, produk yang dapat ditawarkan dengan
menggunakan al-wadiah yad al-amanah adalah save deposit box.[3]
Bank syariah perlu tempat dan petugas untuk menjaga dan memelihara titipan
nasabah, sehingga bank syariah akan membebani biaya administrasi yang besarnya
sesuai dengan ukuran kotak itu. Pendapatan atas jasa save deposit box termasuk
dalam fee based income. Barang atau aset yang dititipkan adalah sesuatu yang
berharga yang berupa uang, barang, dokumen, surat berharga, sertifikat tanah,
sertifikat deposito, saham, ijazah, BBKB, perhiasan, berlian, emas dan lain
sebagainya.
Dengan prinsip ini,
pihak penyimpanan tidak boleh menggunakan atau memanfaatkan barang atau aset
yang dititipkan, melainkan hanya menjaganya. Selain itu, barang atau aset yang
dititipkan tidak boleh dicampuradukkan dengan barang atau aset lain, melainkan
harus dipisahkan untuk masing-masing barang atau aset penitip. Karena
menggunakan prinsip yad al-amanah, akad titipan seperti ini biasanya disebut
wadiah yad amanah.
Karateristik Wadiah Yad Al-Amanah:
·
Barang yang dititipkan oleh nasabah
tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak
penerima titipan. Penerima titipan dilarang untuk memanfaatkan barang
titipan.
·
Penerima titipan berfungsi sebagai
penerima amanah yang harus menjaga dan memelihara barang titipan. Penerima
titipan akan menjaga dan memelihara barang titipan, sehingga perlu menyediakan
tempat yang aman dan petugas yang menjaganya.
·
Penerima titipan diperkenankan untuk
membebanan biaya atas barang yang dititipkan. Hal ini karena penerima titipan
perlu menyediakan tempat untuk menyimpan dan membayar biaya gaji pegawai untuk
menjaga barang titipan, sehingga boleh meminta imbalan jasa.
b)
Wadiah
Yad Dhamanah
Dari prinsip yad
al-amanah kemudian berkembang prinsip yad dhamanah yang berarti bahwa pihak
penyimpan bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi
pada barang/aset titipan. Wadiah yad dhamanah adalah akad antara dua pihak,
satu pihak sebagai pihak yang menitipkan(nasabah) dan pihak lain sebagai pihak
yang menerima titipan. Pihak penerima titipan dapat memanfaatkan barang yang dititipkan.
Penerima titipan wajib mengembalikan barang yang dititipkan dalam keadaan utuh.
Penerima titipan diperbolehkan memberikan imbalan dalam bentuk bonus yang tidak
diperjanjikan sebelumnya, akan tetapi tergantung pada kebijakan bank syariah.
Bila bank syariah memperoleh keuntungan, maka bank akan memberikan bonus kepada
pihak nasabah.
Penyimpan boleh
mencampuri aset penitip dengan aset penyimpan atau aset penitip yang lain, dan
kemudian digunakan untuk tujuan produktif mencari keuntungan. Pihak penyimpan
berhak atas keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatnya aset titipan dan
bertanggung jawab penuh atas resiko kerugian yang mungkin timbul.
·
Harta dan barang yang dititipkan boleh
dimanfaatkan oleh pihak yang menerima titipan.
·
Penerima titipan sebagai pemegang
amanah. Meskipun harta yang dititipkan boleh dimanfaatkan harta titipan yang
dapat menghasilkan keuntungan.
·
Bank mendapat manfaat atas harta yang
dititipkan, oleh karena itu penerima titipan boleh memberikan bonus. Bonus
bersifat tidak mengikat, sehingga dapat diberikan atau tidak. Besarnya bonus
tergantung pada pihak penerima titipan. Bonus tidak boleh diperjanjikan pada
saat kontrak, karena bukan merupakan kewajiban bagi penerima titipanDalam
aplikasi bank syariah, produk yang sesuai dengan akad wadiah yad amanah adalah
simpanan giro dan tabungan.
3.
Tabungan Al-Wadiah
Prinsip wadi’ah yad
dhamanah juga dipergunakan oleh bank dalam mengelola jasa tabungan, yaitu
simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat
keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali. Pemilik simpanan dapat menarik
sebagian atau seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu, sesuai dengan perjanjian
yang disepakati. Semua keuntungan atas pemanfaatan dana menjadi pemilik bank,
tetapi atas kehendaknya sendiri bank dapat memberikan imbalan keuntungan yang
berasal dari keuntungan bank. Bank menyediakan buku tabungan dan jasa-jasa yang
berkait dengan rekening tersebut.[4]
Berbeda dengan jenis tabungan
mudharabah, bank syariah tidak memperjanjikan bagi hasil atau tabungan wadi’ah,
walaupun atas kemauannya sendiri bank dapat memberikan bonus kepada pemegang
rekening wadi’ah. Besarnya pemberian
bonus kepada nasabah pemegang rekening titipan maupun tabungan wadia’ah adalah
tergantung kepada kebijakan manajemen bank. Bonus “biasanya” hanya diberikan
apabila bank mengalami surplus pendapatan, setelah dikurangi pembagian hasil
kepada pemegang rekening tabungan dan deposito mudharabah.[5]
Ciri-ciri rekening tabungan wadi’ah sebagai berikut:
·
Menggunakan buku (passbook) atau kartu
ATM.
·
Besarnya setoran pertama dan saldo
minimum yang harus mengendap, tergantung pada kebijakan masing-masing bank.
·
Penarikan tidak dibatasi, berapa saja
dan kapan saja.
·
Pembayaran bonus (hibah) dilakukan
dengan cara mengkradit rekening tabungan.
Tipe rekening:
·
Rekening perorangan.
·
Rekening bersama (dua orang atau lebih).
·
Rekening organisasi atau perkumpulan
yang tidak berbadan hukum.
·
Rekening perwakilan (yang dioperasikan
oleh orang tua atau wali dari pemegang rekening).
·
Rekening jaminan.
4.
Teknik Bagi Hasil Prinsip Wadi’ah
a)
Teknik Bagi Hasil Giro Wadi’ah
Pada prinsipnya, teknik
perhitungan bonus wadi’ah dihitung dari saldo terenda dalam satu bulan. Namun
demikian, bonus wadi’ah dapat diberikan kepada giran sebagai berikut :
·
Saldo terendah dalam satu bulah takwin
diatas Rp.1.000.000, (bagi rekening yang bonus wadi’ahnya dihitung dari saldo
terendah).
·
Saldo rata-rata harian dalam satu bulah
takwin diatas Rp.1.000.000, (bagi rekening yang bonus gironya dihitung dari
saldo rata-rata harian).
·
Saldo harian diatas Rp.1000.000, (bagi
rekining yang bonus wadi’ahnya dihitung dari saldo harian)
Rumus
yang digunakan dalam perhitungan bonus giro wadi’ah adalah sebagai berikut :
-
Bonus wadi’ah atas dasar terendah, yakni
tali bonus wadi’ah dikalikan dengan saldo terendah bulan yang bersangkutan.
-
Tarif wadi’ah x saldo terendah bulan
yang bersangkutan.
-
Bonus wadi’ah atas dasar saldo
dasar-dasar harian, yakni tarif bonus wadi’ah dikalikan dengan saldo rata-rata harian
bulan yang bersangkutan.
-
Tarif wadi’ah x saldo rata-rata harian
bulah ybs
-
Bonus wadi’ah atas dasar saldo harian,
yakni tarif bonus wadi’ah dikalikan dengan saldo harian yang bersangkutan
dikali hari efektif.
-
Tarif wadi’ah x saldo harian ybs x hari efektif
b)
Teknik Bagi Hasil Tabungan Wadi’ah
Dalam hal bank
berkeinginan untuk memberikan bonus wadi’ah, beberapa metode yang dapat
dilakukan sebagai berikut :[6]
·
Bonus dasar wadi’ah atas dasar saldo
terendah
·
Bonus wadi’ah atas dasar saldo rata-rata
harian
·
Bonus wadi’ah atas dasar saldo harian
Rumus
yag digunakan dalam memperhitungkan rumus tabungan wadi’ah adalah sebagai
berikut :
-
Bonus wadi’ah atas dasar terendah, yakni
tali bonus wadi’ah dikalikan dengan saldo terendah bulan yang bersangkutan.
-
Tarif saldo wadi’ah x saldo terendah
terendah bulan ybs
-
Bonus wadi’ah atas dasar saldo
dasar-dasar harian, yakni tarif bonus wadi’ah dikalikan dengan saldo rata-rata
harian bulan yang bersangkutan
-
Tarif bonus wadi’ah x saldo rata-rata
harian bulah ybs
-
Bonus wadi’ah atas dasar saldo harian,
yakni tarif bonus wadi’ah dikalikan dengan saldo harian yang bersangkutan
dikali hari efektif.
-
Tarif wadi’ah x saldo harian ybs x hari
efektif
c)
Contoh Kasus Bagi Hasil Wadi’ah
Tn, Basri memiliki
rekening giro wadi’ah di Bank Muamalat Sungailiat dengan saldo rata-rata bulan
Mei 2002 adalah Rp.1000.000, Bonus yang diberikan Bank Muamalat Sungailiat
kepada nasabah adalah 30% dengan saldo rata-rata minimal Rp.5000.00,
Diasumsikan total dana giro wadi’ah di Bank Muamalat Sungailiat adalah
Rp.500.000.000,-. Pendapatan Bank Muamalat Sungailiat dari penggunaan giro
wadi’ah adalah Rp.20.000.000,-, Berapa bonus yang diterima oleh Tn. Basri pada
akhir Mei 2002.
Penyelesaian:
Bonus yang diterima Tn. Basri = Rp
1.000.000xRp 20.000.000 x 30%
= Rp 12.000
Rp 500.000.000(sebelum dipotong pajak)
Ketentuan umum dari produk ini adalah:
·
Keuntungan atau kerugian dari penyaluran
dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak
dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan
bonus kepada pemilik dana sebagai sua¬tu insentif untuk menarik dana masyarakat
namun tidak boleh diperjanjikan di muka.
·
Bank harus membuat akad pembukaan
rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan
lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus
bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan
debit card.
·
Terhadap pembukaan rekening ini bank
dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang
benar-benar terjadi.
·
Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan
dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
B. Mudharabah
1. Pengertian
Mudharabah
Mudharabah
berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau
berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam
menjalankan usaha, artinya berjalan di bumi untuk mencari karunia Allah yaitu
rizeki.[7]
Mudharabah
adalah salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan seorang pakar
dalam berdagang, di dalam fiqh Islam di sebut dengan Mudharabah oleh ulama fiqh
Hijaz menyebutkan dengan qiradyang berarti al-qat’ (potongan). Pemilik modal
memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian
keuntungannya. Maksudnya, akad antara kedua belah pihak untuk salah seorangnya
(salah satu pihak) mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya untuk
diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan. Mudharabah
berasal dari akar kata dharaba pada kalimat al-dharb
fi al ardh, yaitu bepergian untuk urusan dagang. Abdurrahman al-Jaziri
mengatakan, Mudharabah menurut bahasa berarti ungkapan pemberian harta dari
seseorang kepada orang lain sebagai modal usaha di mana keuntungan yang
diperoleh dibagi diantara mereka berdua, dan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal.
Sedangkan
menurut istilah syara’, Mudharabah merupakan akad antara dua pihak untuk
bekerja sama dalam usaha perdagangan dimana salah satu pihak memberikan dana
kepada pihak lain sebagai modal usaha dan keuntungan dari usaha itu akan dibagi
di antara mereka berdua sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama.
2.
Dasar Hukum Mudharabah
a)
Al-Qur’an
Akad Mudharabah dibolehkan dalam Islam,
karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang
pakar dalam memutarkan uang. Banyak diantara pemilik modal yang tidak pakar
dalam mengelola dan memproduktifkan uangnya, sementara itu banyak pula para
pakar di bidang perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. Atas
dasar tolong menolong dalam pengelolaan modal tersebut, Islam memberikan
kesempatan untuk saling bekerja sama antara pemilik modal dengan seseorang yang
terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal tersebut.[8]
Pada masa jahiliyyah
qirad telah dilaksanakan, kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya yaitu
agama Islam. Timbulnya qirad karena menjadi kenyataan hajat bagi setiap
manusia. Qirad ini memberikan nilai
tambah antara keduanya yang mengandung sifat tolong menolong, karena orang yang
mempunyai modal tetapi tidak pandai berdagang, atau tidak berkesempatan,
sedangkan yang lain pandai dan cakap lagi mempunyai waktu yang cukup, tetapi tidak
mempunyai modal, maka keduanya bisa saling mengisi demi kemajuan bersama. Qirad benar-benar diakui keberadaannya
di dalam hukum Islam (Syariat Islam) berdasarkan dalil naqly baik berupa nash
maupun berdasarkan hadis Nabi Muhammad saw. Dalil naqly tersebut sebagai
berikut:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ
bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& w cqßJÎ=ôàs? wur cqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu kepada Allah dan tinggalkanlah (jangan pungut) apa pun bentuk riba yang masih ada, jika kamu benar beriman kepada-Nya. Jika kamu tidak mau meninggalkannya, maka ketahuilah bahwa Allah dan Rosul-Nya akan menerangimu. Tapi, jika kamu tobat (kembali kepada ajaran Allah), maka kamu boleh menerima modalmu, sehingga kamu tidak menganiaya si peminjam dan kamu tidak pula dianiayanya”. (QS. Al-Baqarah: 278-279).
b)
As-Sunah
Di antara hadits yang
berkaitan dengan mudharabah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dari Shuhaib bahwa Nabi SAW. Bersabda yang artinya : “Tiga perkara yang
mengandung berkah adalah jual-beli yang ditangguhkan, melakukan qiradh (memberi
modal pada orang lain), dan yang mencampurkan gandum dengan jelas untuk
keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.”
(HR. Ibnu Majah dari Shuhaib)
c)
Ijma’
Di antara ijma’ dalam
mudharabah, adanya riwayat yang menyatakan bahwa jamaah dari sahabat yang
menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak ditentang
oleh sahabat lainnya.
d)
Qiyas
Mudharabah
di qiyaskan Al-Musyaqah (menyuruh
seseorang untuk mengelola kebun). Selain diantara manusia, ada yang miskin dan
ada juga yang kaya. Di satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat
mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin yang mau
bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah
ditujukan antara lain untuk memenuhi kedua golongan diatas, yakni untuk
kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.
3.
Rukun dan Syarat Mudharabah
Syarat yang harus
dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah :
a)
Harta atau Modal
·
Modal harus dinyatakan dengan jelas
jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang, maka barang tersebut harus
dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya).
·
Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
·
Modal harus diserahkan kepada mudharib,
untuk memungkinkannya melakukan usaha.
b)
Keuntungan
·
Pembagian keuntungan harus dinyatakan
dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti. Keuntungan yang
menjadi milik pekerja dan pemilik modal harus jelas prosentasinya.
·
Kesepakatan rasio prosentase harus
dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
·
Pembagian keuntungan baru dapat
dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh atau sebagian modal kepada
shahib al-mal.
Sedangkan menurut
jumhur ulama’ ada tiga rukun dari Mudharabah
yaitu:
·
Dua pihak yang berakad (pemilik
modal/shahib al-mal dan pengelola dana/pengusaha/mudharib); Keduanya hendaklah
orang berakal dan sudah baligh (berumur 15 tahun) dan bukan orang yang dipaksa.
Keduanya juga harus memiliki kemampuan untuk diwakili dan mewakili.
·
Materi yang diperjanjikan atau objek
yang diakadkan terdiri dari atas modal (mal), usaha (berdagang dan lainnya yang
berhubungan dengan urusan perdagangan tersebut), keuntungan
·
Sighat, yakni serah/ungkapan penyerahan
modal dari pemilik modal (ijab) dan terima/ungkapan menerima modal dan
persetujuan mengelola modal dari pemilik modal (qabul).
Sedangkan menurut Ulama
Syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi lima yaitu :
·
Modal
·
Pekerjaan
·
Laba
·
Shighat
·
Dan 2 Orang akad
4. Aplikasi
Prinsip Mudharabah
a)
Tabungan Mudharabah
Dalam Surat Edaran Bank
Indonesia nomor 10/ 31 /DPbS tanggal 7 Oktober 2008, perihal Produk Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah dijelaskan Tabungan Mudharabah sebagai berikut:
·
Definisi
Tabungan
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro, dan atau
alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
·
Akad Mudharabah
Transaksi
penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana
(mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan
pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah
disepakati sebelumnya
·
Fitur Dan Mekanisme
Tabungan
atas dasar akad mudharabah:
-
Bank bertindak sebagai pengelola dana
(mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal);
-
Pembagian keuntungan dinyatakan dalam
bentuk nisbah yang disepakati
-
Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat
dilakukan sesuai waktu yang disepakati
-
Bank dapat membebankan kepada nasabah
biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya
pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan
saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening, dan
-
Bank tidak diperbolehkan mengurangi
bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
Tabungan ini dikelola dengan prinsip “Mudharabah Mutlaqah” karena
pengelolaan dana investasi tabungan ini sepenuhnya diserahkan kepada mudharib.
Perhitungan bagi hasil tabungan
dilakukan berdasarkan besarnya dana investasi rata-rata selama satu periode
perhitungan bagi hasil, dimana dana rata-rata tersebut dihitung dengan
menjumlahkan saldo harian setiap tanggal dibagi dengan hari periode perhitungan
bagi hasil. Periode perhitungan bagi hasil tersebut tidak harus sama dengan
jumlah hari bulan yang bersangkutan, jumlah hari dalam periode perhitungan bagi
hasil dihitung mulai tanggal awal periode (satu hari setelah tanggal tutup buku
/ perhitungan bagi hasil yang lalu) sampai dengan tanggal tutup buku atau
perhitungan bagi hasil.
b)
Deposito Mudharabah
Dalam Surat Edaran Bank
Indonesia nomor 10/ 31 /DPbS tanggal 7 Oktober 2008, perihal: Produk Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah dijelaskan tentang Deposito Mudharabah sebagai
berikut:
·
Definisi
Deposito
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank.
·
Akad Mudharabah
Transaksi
penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana
(mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan
pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah
disepakati sebelumnya.
·
Fitur Dan Mekanisme
-
Bank bertindak sebagai pengelola dana
(mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal)
-
Pengelolaan dana oleh Bank dapat dilakukan
sesuai batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemilik dana (mudharabah
muqayyadah) atau dilakukan dengan tanpa batasan-batasan dari pemilik dana
(mudharabah mutlaqah)
-
Dalam Akad Mudharabah Muqayyadah harus
dinyatakan secara jelas syarat-syarat dan batasan tertentu yang ditentukan oleh
nasabah
-
Pembagian keuntungan dinyatakan dalam
bentuk nisbah yang disepakati
-
Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat
dilakukan sesuai waktu yang disepakati
-
Bank dapat membebankan kepada nasabah
biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya
pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan
saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening dan
-
Bank tidak diperbolehkan mengurangi
bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
Deposito ini dijalankan
dengan prinsip “Mudharabah Mutlaqah”,
karena pengelolaan dana deposito sepenuhnya menjadi tanggung jawab mudharib
(bank)
Perhitungan bagi hasil kepada pemilik dana deposito mudharabah dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu :[9]
a)
Perhitungan bagi hasil deposito
mudharabah dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan deposito.
Pada dasarnya
perhitungan bagi hasil deposito dilakukan dengan berdasarkan dari perhitungan
distribusi hasil usaha pada bulan yang lalu, sehingga dalam hal perhitungannya
mempergunakan indikasi rate atau return atau equivalent rate, maka
diipergunakan hasil perhitungan pada bulan sebelumnya. Untuk memberi gambaran
perhitungan bagi hasil yang dibayar setiap ulang tanggal dalam diberikan
b)
Perhitungan bagi hasil deposito
mudharabah dilakukan setiap setiap akhir bulan (sama dengan tutup buku bank
syariah) atau awal bulan berikutnya
Perhitungan bagi hasil
dilakukan sampai dengan akhir bulan ini berbeda dengan perhitungan bagi hasil
setiap ulang tanggal. Dalam perhitungan ini hanya dibayarkan bagi hasil untuk
periode tanggal pembukaan deposito sampai tanggal tutup buku saja. Perhitungan
bagi hasil untuk bulan April, dilakukan untuk periode 25 April sampai tanggal
30 April (tutup buku April) dengan indikasi rate sebesar 10% (return yang
dihasilkan dalam perhitungan pembagian hasil usaha tutup buku bulan april).
Begitu juga perhitungan bagi hasil untuk bulan Mei, dilakukan untuk periode 1
Mei sampai 31 Mei dengan indikasi rate sebesar 6% (return perhitungan tutup
buku bulan mei)
Pada saat deposito mudharabah jatuh tempo pada tanggal 25 Juli oleh bank
syariah hanya dikembalikan / dibayar sebesar pokok deposito mudharabah nya
saja, sedangkan bagi hasil untuk periode 1 Juli sampai 25 Juli, baru akan
diperhitungkan dan dibayarkan setelah perhitungan pembagian hasil usaha tutup
buku bulan Juli. Pada saat jatuh tempo deosito mudharabah bank syariah belum
bisa membayar bagi hasil karena pada saat tersebut bank syariah belum melakukan
perhitungan distribusi hasil usaha sehingga belum diketahui besarnya bagi hasil
yang harus dibayarkan. Besarnya bagi hasil baru dapat diketahui setelah
melakukan perhitungan distribusi hasil usaha pada akhir bulan yang
bersangkutan.[10]
Contoh Perhitungan Tabungan Mudharabah
1.
Tabungan Mudharabah
Tabungan Mudharabah
(TABAH) adalah simpanan pihak ketiga di Bank islam yang penarikanya dapat
dilakukan setiap saat atau beberapa kalli sesuai dengan perjanjian. Dalam hal
ini bank islam sebagai Mudharib dan deposan sebagai shohibul mal. Bank sebagai
mudharib akan membagi keuntungan kepada shohibul mal sesuai dengan nis yang
telah disetujui bersaama. Pembagian keuntungan dapat di lakukan setiap bulan
berdasarkan Saldo minimal yang mengendap selama periode tersebut
Penyelesaian:
Saldo rata-rata Tabungan Mudharabah Tuan B di bank Islam sebesar
Rp 500.000. nisbah bagi hasil 50%:50%.dan diasumsikan total saldo dana tabungan
mudharabah di bank Islam Rp 100 juta.dan keuntungan yang diperoleh untuk dana
tabungan sebesar Rp 3 juta.maka pada akhir bulan nasabah akan memperoleh dana
bagi hasil
Rp 500.000 x Rp 3.000.000 x 50 % = Rp
7.500
Rp 100.000.000
( belum termasuk Pajak)
2.
Deposito Mudharabah
Deposito mudharabah
merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga ( perseroan atau badan Usaha)
yang penarikanya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu jatuh tempo,
dengan mendapatkan imbalan bagi hasil.
Imbalan dibagi dalam bentuk berbagai
pendaptan atas penggunaan dan tersebut secara syariah dengan proporsi pembagian
katakanlah 70: 30, 70% untuk deposan dan 30% untuk bank. Sedangkan jangka waktu
deposito mudharabah berkisar antara 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 Bulan
Penyelesaian:
Tuan A menempatkan dana Deposito
Investasi mudharabah di bank sebesar Rp 1 juta.jangka waktu 1 bulan,nisbah bagi
hasil 70%:30%(70 untuk nasabah dan 30 untuk bank).diasumsikan total dana
deposito mudharabah di bank Rp 250 juta dan keuntungan yang diperoleh untuk
dana deposito sebesar Rp 6 juta. Maka saat jatuh tempo nasabah akan memperoleh
bagi hasil
Rp 1.000.000 x Rp 6.000.000 x 70 % = Rp
16.800
Rp 250.000.000
( belum termasuk Pajak)
C.
Kesimpulan
1. wadiah
Menurut bahasa wadiah artinya yaitu meninggalkan
atau meletakkan. Yaitu meletakan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau
dijaga. Sedangkan menurut istilah wadiah artinya yaitu memberikan kekuasaan
kepada orang lain untuk menjaga hartanya atau barangnya dengan secara
terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu. Wadi’ah terbagi
menjadi 2 macam yaitu :
·
Wadi’ah Yad Al-Amanah
Secara umum wadi’ah
adalah titipan murni dari pihak penitip(muwaddi’) yang mempunyai barang/aset
kepada pihak penyimpanan(mustawda) yang diberi amanah atau kepercayaan, baik
individu maupun badan hukum, tempat barang yang dititipkan harus dijaga dari
kerusakan, kerugian, keamanan, dan keutuhannya, dan dikembalikan kapan saja
penyimpan menghendaki.
·
Wadiah Yad Dhamanah
Wadiah yad dhamanah adalah akad antara dua
pihak, satu pihak sebagai pihak yang menitipkan(nasabah) dan pihak lain sebagai
pihak yang menerima titipan. Pihak penerima titipan dapat memanfaatkan barang
yang dititipkan.
·
Tabungan Wadiah
Simpanan
dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat keleluasaan
tertentu untuk menariknya kembali. Pemilik simpanan dapat menarik sebagian atau
seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu, sesuai dengan perjanjian yang
disepakati.
2. Mudharabah
Kata mudharabah berasal dari kata dharb yang
berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya
adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Suatu
kontrak disebut mudharabah, karena pekerja (mudharib)
biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan perjalanan dalam bahasa Arab disebut juga
dharb fil Ardhi Ulama fiqih sepakat
bahwa mudharabah disyaratkan dalam islam berdasarkan Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas.
Syarat yang harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah :
·
Harta atau Modal
·
Keuntungan
Rukun mudharabah menurut Ulama Syafi’iyah lebih
memerinci lagi menjadi lima yaitu :
·
Modal
·
Pekerjaan
·
Laba
·
Shighat
·
Dan 2 Orang akad
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad
Rodoni, Lembaga Keuangan Syariah,
Jakarta: Zikrul Hakim, 2008
A. Karim Adiwarman, Bank Islam (Analisis Fiqh Dan Keuangan),
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010
Ascarya,
Akad & Produk Bank Syariah,: Pt
Raja Grafindo Persada, 2007
Ghufron Sofiniyah, Konsep & Implementasi Bank Syariah,
Jakarta: Penaisan Anggota Ikapi, 2005
Hasan
M. Ali, Berbagai macam transaksi dalam
islam (fiqh muamalat)
Ismail,
Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup, 2011
Lubis
Ibrahim, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Jakarta:
Kalam Mulia, 19950
Muhamad,
Manajemen Dana Bank Syariah,
Yogjakarta: Ekonisia, 2005
Sabiq Sayyid, Fiqhus Sunnah, Asep Sobari, Fiqih Sunah,
Jakarta: Al-I’tishom, 2008
Syafei
Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung :
Pustaka Setia, 2001
[1]M. Ali Hasan, Berbagai macam transaksi dalam islam (fiqh
muamalat), hal.245-246.
[2]Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada,
2007), hal.42.
[3]Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011), .hal.60.
[4]Sofiniyah Ghufron, Konsep & Implementasi Bank Syariah,
(Jakarta: Penaisan Anggota Ikapi, 2005), hal.38.
[5]Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogjakarta: Ekonisia, 2005), hal.54.
[6]Adiwarman A. Karim, Bank Islam (Analisis Fiqh Dan Keuangan),
(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010), hal.30.
[7]Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka
Setia, 2001) , hal.223.
[8]Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Asep Sobari, Fiqih Sunah,
(Jakarta: Al-I’tishom, 2008), hal.385.
[9]Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, (Jakarta:
Kalam Mulia, 19950, hal.50.
[10]Rodoni Ahmad, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:
Zikrul Hakim, 2008), hal.56.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar